E-ticket Trans Jakarta bak Main Layangan

 

trans jakarta

E-ticket Trans Jakarta

Penggunaan ticket prabayar atau lebih akrab dengan sebutan e-ticket ini sebenanrnya bukan hal baru. Beberapa tahun yang silam penggunaan tiket prabayar untuk Trans Jakarta ini sudah berlaku. Berkat e-ticket penumpang yang sudah berlangganan merasa mendapat layanan lebih cepat. Namun, hal itu hanya bertahan beberapa waktu. Entah karena alasan apa yang tidak jelas, tiba-tiba semua pintu koridor Traja yang sudah terpasang alat untuk penggunaan ticket prabayar ini harus diganti. Ticket prabayar tidak lagi bisa difungsikan dan pelanggan harus kembali mengantri untuk membeli tiket selembar kertas jika akan naik Trans Jakarta. (Bahkan penulis sudah membuang tiket prabayar yang selama ini sudah dimiliki karena alasan tidak lagi digunakan.)

Petugas Trans Jakarta Lamban

Pada pertengahan bulan April tahun 2014 ini, tiba-tiba keluar pengumuman jika beberapa terminal hanya akan melayani penumpang yang menggunakan kartu prabayar jika akan memanfaatkan transportasi massal Trans Jakarta. Pengumunan tentang penggunaan e-ticket ini memang menjadi menarik terutama bagi para penumpang yang ingin pelayanan cepat. Permasalahan yang sering kita temukan di lapangan adalah petugas ticket bekerja tidak professional. Mereka terlalu lamban dalam melaksanakan tugas hanya sekadar menyobek tiket dan memberikan uang kembalian kepada penumpang. Tak jarang penumpang menjadi kecewa dan marah karena tertinggal bus sementara untuk menunggu bus berikutnya sering terlalu lama. Kekecewaan penumpang ini tak lain karena petugas bekerja dengan lamban dan kurang serius.

Contoh Petugas Jalan Tol

Sebenarnya dalam pelayanan penumpang ini alangkah baiknya kalau managemen Trans Jakarta bisa mencontoh petugas jalan tol. Petugas di jalan tol bisa bekerja secara professional. Bayangkan saja, hampir tidak pernah terjadi kemacetan di jalan tol yang diakibatkan karena pelayan loket yang tidak professional. Tentu saja kalau di jalan tol bisa dilakukan kenapa di Trans Jakarta tidak bisa?
Kita bisa membandingkan, jika petugas jalan tol bisa bekerja dengan sigap dalam melayani pelanggan.. Kita bisa bayangkan betapa managemen trans Jakarta akan kian berkibar apabila cara kerja petugas para petugas di halte trans Jakarta bekerja seperti para petugas di pintu loket jalan tol yang cenderung lebih sigap. Misalnya saja dalam hal menyiapkan kembalian sesuai kemungkinan orang membayar. Pertanyaanya, jika petugas di jalan tol mampu bekerja dengan cepat kenapa di halte trans Jakarta tidak bisa?

Evaluasi Trans Jakarta

Management Traja perlu mengevaluasi kinerja para petugas trans Jakarta. Berlakukan system kerja swasta agar mereka dapat bekerja secara bertanggung jawab. Hal ini memang perlu jika kita menginginkan pelayanan trans Jakarta semakin optimal hingga akhirnya moda trans Jakarta yang kita andalkan untuk mengatasi kemacetan ini berfungsi sebagaimana tujuan semula. Kita tahu di luar sana banyak anggota masyarakat yang bisa bekerja dengan professional tetapi belum memiliki kesempatan. Peristiwa ini cukuplah menjadi bahan evaluasi. Berlakukanlah pola pendampingan yang tepat kepada para karyawan Traja dan evaluasilah Apabila mereka tetap tidak memiliki kemampuan kerja yang menggunakan hati perlu kita mengganti dengan karyawan baru. Apabila mereka tidak mampu melakukan perubahan diri sendiri dalam melayani public untuk apa dipertahankan?

Kesiapan

Cita-cita membangun kota Jakarta menjadi Jakarta Baru memang perlu kesiapan. Jika tidak tentu hanya akan menjadi angan-angan. Kesiapan dari berbagai aspek baik secara system, moral, spiritual maupun material. Tentunya kesiapan ini harus berimbang antara kualitas sumber daya manusia dan sumber daya yang lainnya. Kebijakan penggunaan E-ticket yang sudah disosialisasikan melalui spanduk diberlakukan sejak tanggal 22 April 2014.

Sebenarnya hal yang positif, walaupun sedikit kurang bijaksana bagi sebagian orang yang berkantong pas-pasan dan hanya sekali –sekali naik traja. Namun, tentu setiap kebijakan memang akan ada implikasinya, dan tentu itulah sebuah risiko yang harus kita bayar. Hanya saja, tentunya sebuah kebijakan harus diimbangi dengan kesiapan.

Apabila memang belum siap janganlah membuat kebijakan yang akan mempermalukan diri atau institusi.
Kebijakan e-ticket boleh jadi menjadi sarana memperkecil tindak kecurangan oleh petugas lapangan. Pasalnya di lapangan tidak akan ada uang tunai yang bisa mengundang niat tidak baik.

Banyak pihak juga menyambut antusias kebijakan ini karena merasa mempermudah dalam menggunakan jasa Trans Jakarta. Sayang kebijakan ini seperti seorang anak yang sedang bermain layangan. Sebuah kebijakan yang ditarik ulur dan selalu berubah. Kebijakan yang sudah hamper berjalan dua minggu lebih ini, masih jauh dari kata memuaskan. Pasalnya, kebijakan yang dikeluarkan oleh managemen Traja tidak berimbang dengan kemampuan Bank penyedia layanan kartu. Akibatnya, orang masih banyak yang menggerutu karena kibijakan yang tidak konsisten.

Sebagai contoh saja, pada hari pertama kibijakan diberlakukan banyak pelanggan yang dengah sedih harus keluar dari koridor dan harus mencari kendaraan lain karena uang tidak mencukupi untuk membeli ticket prabayar. Ada juga penumpang yang harus patungan dahulu dengan temannya untuk membeli kartu prabayar. Akan tetapi, apa yang terjadi? Tidak sampai satu jam dari peristiwa itu tiba-tiba petugas membuka loket penjualan ticket biasa dengan dalih kehabisan kartu.

E-Ticketing Pelayanan Profesional?

Kekurangtersediaan e-ticket hari pertama mungkin orang akan berasumsi, karena petugas salah memprediksi jumlah penumpang. Alasan ini tentu akan bisa diterima oleh akal sebagian pihak. Walaupun bagi sebagian orang akan tetap mengernyitkan dahi untuk alasan tersebut. Bukankah kita bisa menghitung berapa jumlah ticket yang habis terjual setiap harinya? Yang memprihatinkan ternyata hal ini berulang pada hari-hari berikutnya. Pada hari yang berbeda tetap masih berlaku lagi penjualan ticket biasa dengan alasan kehabisan ticket prabayar. Bahkan sampai hari menjelang tiga minggu keputusan penggunaan kembali e-ticket yang sempat dihapuskan masih belum optimal.

Slogan “Hari gini masih pakai uang tunai? Pakai dong kartu prabayar!”, slogan yang masih sekadar slogan. Memang penggunaan kartu prabayar ini akan menunjukkan adanya tinggkat kemajuan dan kemodernan suatu masyarakat bahkan sebagai bukti pelayanan yang profesianal.. Sayang lima bank besar yang menjadi mitra penyedia layanan kartu prabayar ini sendiri belum siap. Jadi, dengan demikian sebenarnya siapa yang harus dipersalahkan? Tentu hal-hal semacam ini perlu ditinjau ulang dan dievaluasi. Managemen Traja sendiri harus mengeleminasi faktor yang menghambat program menciptakan Jakarta Baru dengan transportasi yang aman dan nyaman. Pemerintah perlu mengembangkan langkah yang cepat, tepat dan terpadu.

Salam 080514

blograkyat

Related posts