Kutitip Jakarta

Sungguh sumringah aku-nya. Kala saksikan orang-orang pada berpikir lurus. Ini soal perkataan Jokowi yang akrab dengan gelaran fenomenal, bersitan popularitas dan berpandang-pandangan perseptual yang ‘wah’ alias unik bin lain dari yang lain a.k.a ia memang beda! Begitu dinamis perseptual orang akan sosok simple itu. Hingga, Jokowi ucapkan: “Saya Titip Jakarta”. Diplintir penuh asa bahwa kalimat itu pertanda Jokowi akan tinggalkan Jakarta. Entah balik kampung ataukah malah menuju ‘kempung baru’ bernama Presiden RI.

Tergelitik tetanggaku, saat esais ini bilang begini: “Ah kamu ini, over acting saja. Lha ucapan saya titip ini dan itu. Kan biasa”. Rupanya tetangga saya, pun gagal ngerti apa maksudku. Kuperjelaslah bahwa soal titip-menitip itu pasti soal amanah, kepercayaan dan harapan. Bila seseorang titipkan anaknya, mestilah yang ditempati menitip itu, bukan orang sembarangan. Ia pasti truth. Believe one. Bukan asal comot orang untuk dititipi akan hal ikhwal ataukah ke-sesuatu-an.

Baca juga :  Goa Jepang Memberikan Sejuta Makna

Format bersayapnya: “Jokowi percaya warga Jakarta bahwa mereka bisa menjaga dan merawat Jakarta”. Bukan karena perkara ia mau jadi presiden, sama sekali tak berhubungan dengan soal yang sedang santer-famous-menggelora. Makna filosofis ada di sana, hakikat terdalam, pun berada di ucapan itu.

Sadarkah kita bahwa kita ini -seluruhnya- pemilik Jakarta, so bukan sekaum warga Jakarta saja, orang-orang di luar Jakarta pun wajib menerima titipan Jokowi. 

Rupanya kita kerap terkesima oleh picik dan liciknya kita memaknai sesuatu. Sesuatu itu kerap diidentikkan serba sempit, padahal “Saya Titip” adalah kalimah sakti, azimat tinggi dan arti maha raya. Bahwa kita terlahir sebagai khalifah, dijadikan manusia, dibentuk menjadi masyarakat Jakarta, Medan, Surabaya, Makassar -untuk kemudian- menjadi pewaris-pewaris penjagaan terhadap berlangsungnya kehidupan Sang Bumi beserta segala makhluk yang mendiaminya. Entah mereka baik, ataupun buruk.

Baca juga :  Kisah Sinetron di Kehidupan

Sublimnya: Menitipkan seseuatu adalah sebuah hak, menerima titipan berubah menjadi wajib untuk dititahkan, Siapapun kita. Jadinya lagi: ini bukan isyarat Jokowi kengen dan ngebbet jadi presiden tetapi lautan makna di perkataan itu. Ya, saya pun titip tulisan ini. Dan jika pembaca bisa memaknainya. Maka sesungguhnya itulah visi dan gerak pikiran Jokowi. Sebab, Anda-anda layak dialamatkan untuk dititipi^^^

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

4 comments

  1. Soal titip menitip saya juga pernah dengar Bro, katanya Tuhan juga menitipkan dunia ini kepada manusia untuk diurus….

  2. kalo titipan harus pake nomer urut bang, biar pas ngambil lagi ngga ketukar.. :Peace: