Mengamankan Kekayaan Alam Indonesia: Sebatas Retorika?

Alkisah, ada sebuah negeri yang sangat terkenal akan kekayaan alamnya. Berbagai macam jenis tambang antara lain emas, tembaga, perak dan aneka mineral logam lain, juga minyak bumi dan gas alam serta batu bara dll yang terkandung didalam wilayah negeri itu sungguh sangat besar nilainya. Namun sayang sekali, tak satupun penduduk di negeri itu, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengolah kekayaan alam di negerinya.

Hal ini menimbulkan minat bangsa-bangsa lain yang telah lebih dulu menguasai ilmu dibidang teknologi pertambangan untuk datang dengan satu tujuan yaitu memanfaatkan kekayaan alam yang ada di negeri tersebut.

Negara negara asing itu bukannya tidak memiliki kekayaaan alam di negerinya sendiri, namun mereka paham betul, bahwa kekayaan alam berupa tambang adalah anugerah dari Yang Maha Pencipta dan tak akan bisa lagi diperbaharui.

Oleh sebab itu mereka memilih mencari dan memanfaatkan sumber-sumber kekayaan alam dinegeri orang, dan pada saatnya nanti bila kekayaan alam milik negara lain sudah habis, barulah mereka memanfaatkan kekayaan alamnya sendiri.

Apakah dalam hal ini mereka licik ? Tidak. Justru mereka adalah bangsa yang pintar. Mereka mampu berpikir maju jauh kedepan, dengan melindungi kekayaan alam yang ada di negeri mereka sendiri sebagai cadangan untuk anak cucu mereka di masa depan nanti.

Lalu bagaimana nasib sebuah negeri yang sangat kaya akan hasil tambangnya itu ?

Negara negara asing menilai bahwa penduduk di negeri itu adalah bangsa bodoh. Sebab memang kenyataannya mereka tidak menguasai ilmu dibidang teknologi, jadi gampang sekali dibodohi.

Indonesia seharusnya menjadi negara yang kaya raya

Cupilkan kisah diatas hanya sekedar untuk mengajak kita semua menjadi sadar dan menyadari, bahwa bangsa kita hingga saat ini masih jauh tertinggal dibidang teknologi khususnya teknologi pengolahan hasil tambang. Bayangkan saja bila sejak dulu kita sudah menguasai teknologi pegolahan hasil tambang, tentu kondisi ekonomi negara kita tentu tidak seperti ini. Kita mustinya menjadi negara yang makmur dan kaya raya.

Namun apa kenyataan yang kita temui ? Kita terpaksa menyerah kepada bangsa lain ketika terkendala dalam permasalahan yang menyangkut teknologi khususnya dibidang pertambangan.

Sebagaimana yang telah terjadi ketika untuk pertama kalinya, para pemimpin negeri ini memberi ijin kepada kepada negara lain untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi besar besaran terhadap kakayaan alam negeri ini.

Apakah ini sebuah kesalahan ? Saya katakan “Tidak”. Para pemimpin kita jaman dulu, yang pertama kali mengijinkan negara asing memanfaatkan kekayaan alam , adalah para pemimpin sederhana yang punya jiwa mulia yaitu ingin mensejahterakan seluruh rakyatnya. Para pemimpin kita dulu merasa sedih dan sangat prihatin melihat penderitaan rakyatnya setelah berabad abad dijajah bangsa lain. Mereka mencari jalan bagaimana bisa memperbaiki nasib bangsa, yaitu dengan memanfaatkan kekayaan alam yang ada.

Baca juga :  Dicari Yang Enak !

Negeri yang ‘terlelap’ dalam mimpi panjang

Namun dibalik niat yang mulia itu, pemerintahan selanjutnya seakan telah terbuai dan terlena dengan kondisi yang ada. Hanya ongkang-ongkang kaki sambil menunggu setoran dari bangsa asing yang memanfaatkan kekayaan alam, tanpa memikirkan bagaimana dengan masa depan negeri ini. Mereka sudah terlanjur merasakan enaknya bertahun tahun menerima setoran yang proporsinya tak lebih dari 1 persen. Namun, meski cuma 1 persen, tapi karena nilai pemanfaatan kekayaan alam sangat besar, maka lumayan jugalah, bisa untuk sedikit menopang APBN negara kita ini.

Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Sudah lebih 40 tahun usia Kontrak Karya pemanfaatan kekayaan alam oleh bangsa asing ditandatangani oleh pemerintah RI. Tapi tak ada perubahan yang cukup signifikan, hingga kemudian pada awal tahun 2014, pemerintahan yang dipimpin Presiden SBY memberlakukan UU Minerba yaitu UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang mana UU ini untuk merevisi UU sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967.

Yang menjadi pertanyaan saya, mengapa baru sekarang pemerintah merevisi UU yang sudah lebih dari 40 tahun tak pernah disentuh ? Kemana saja selama ini tuan tuan ?

Bagaikan terbangun dari mimpi panjang, dimasa akhir periode pemerintahannya, SBY tiba tiba merevisi UU yang telah usang tersebut, yang pada pokoknya melarang mineral mentah untuk dieksport.

Pemberlakuan ketentuan ini sama saja dengan memberhangus perusahaan kecil menengah yang bergerak dibidang industri pertambangan. Korbannya siapa ? Tentu saja rakyat kita sendiri, dimana ribuan karyawan terpaksa harus di rumahkan akibat perusahaan dimana mereka bekerja tak bisa beroperasi lagi dengan adanya ketentuan tersebut.

Sebagai contoh PT Newmont Nusa Tenggara yang memproduksi konsentrat Tembaga, di daerah Batu Hijau Sumbawa Barat NTB, sudah 6 bulan ini tidak dapat menjual hasil produksinya. Hasil produksi hanya bisa ditampung hingga stock pile penuh. Kemudian perusahaan itu terpaksa menghentikan usahanya dan 8.000 orang tenaga kerja terancam PHK.

Mengamankan Kekayaan Alam Indonesia sebagai salah satu misi Capres

Dengan mengamati kondisi yang sedang terjadi saat ini, kemudian saya membandingkan dengan apa yang telah disampaikan oleh kedua Capres dimana keduanya dengan lantang menyampaikan misi untuk mengamankan kekayaan alam di negeri kita, agar tak terjadi kebocoran dan bisa dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat.

Saya jadi bertanya, apakah misi untuk mengamankan kekayaan alam di Indonesia ini hanya sebatas retorika semata, mengingat kedua Capres kita ini, tidak pernah secara terperinci menjelaskan bagaimana teknis dan mekanismenya agar nantinya benar bahwa pemerintah secara nyata merealisasikan misinya itu.

Baca juga :  Buruk Sangka Itu Perlu

Apa yang bisa kita lakukan didalam negosiasi melawan perusahaan asing dalam rangka memperpanjang Kontrak Karya yang telah jatuh tempo ?

Sebagai contohnya ketika pemerintah untuk kesekian kalinya menyerah pada desakan pihak PT Freeport yang berakhir dengan perpanjangan kontrak karya hingga yang seharusnya berakhir pada 2021, menjadi lebih panjang lagi, yakni tahun 2041. Alasannya sederhana yaitu mengingat dana investasi yang dibenamkan oleh Freeport besar, yakni mencapai 15 miliar dollar AS.

Disinilah nampak sekali kelemahan kita (kalau tak boleh dibilang bodoh), ketika menyerah hanya dengan alasan nilai investasi yang tertanam sudah mencapai $15 miliar.

Bagaimana kita bisa berdebat dengan angka $15 milliar, sedangkan kita sendiri tak menguasai teknologi pengolahan tambang ? Dari mana mereka bisa memperoleh angka sebesar itu ?

Kita bayangkan saja bila ada 2 orang sedang berdebat, salah satu lebih pintar dan menguasai persoalan, sedangkan yang lainnya tidak alias bodoh. Tentu saja si pintar akan membodohi si bodoh. Udah bodoh, maunya dibodoh-bodohi, kasihan deh lo..

Apa boleh buat, kita harus kalah dan kalah lagi dalam negosiasi. Sampai kapan ini akan terus terjadi.
Lalu bagaimanakah dengan para calon presiden kita menyikapi hal ini ?
Mengamankan Kekayaan Alam negeri kita, tak bisa dengan sebatas retorika. Harus dengan tindakan yang nyata.

Pemerintah seharusnya sudah dari dulu, sejak pertama kali menandatangani Kontrak Karya, harus pula membuat kebijakan untuk meningkatkan kemampuan kita di bidang teknologi pertambangan.
dan menyediakan anggaran khusus untuk mencetak banyak tenaga ahli khususnya dibidang pertambangan.

Kini sudah 40 tahun berlalu, tanpa ada peningkatan yang berarti. Mustinya Smelter(refining) dan Industri dibidang pengolahan tambang lainnya sudah banyak dibangun dinegeri ini, sehingga bila kita sudah memiliki industri pertambangan sendiri dan tersedia cukup banyak tenaga ahli, maka bergaining power kita akan cukup tinggi, ketika bernegosiasi dengan perusahaan asing untuk mengambil keputusan memperpanjang atau tidak Kontrak Karya mereka.

Tak perlu lagi untuk kita saling menyalahkan dan mencari cari kesalahan. Yang paling penting adalah bagaimana kita menyusun langkah ke depan untuk mengatasi permasalahan yang ada terkait mengamankan sumber-sumber kekayaan negeri kita ini.

Maka dari itu tak usah tersinggung bila ada yang bilang, bahwa kita ini memang masih ‘bodoh’ dibidang teknologi..

Salam

ilustrasi gambar : awalinfo.blogspot.com

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *