Odi Shalahuddin

sumber: KetikKetik
Sumber: KetikKetik

Tegas, ekstrim, lembut. Ini bukti ‘unik’ darinya, Odi Shalahuddin. Kuanggapkan sajalah esai ini bak ‘kritik’ kepada Odi Shalahuddin. Kombinasi kognitif dan psikis, jadi jualah sebagai penelaah akan seorang Odi Salahuddin. Lalu, kawanku mengulang tanya seperti sebelum-sebelumnya (orang suka gunakan kalimat ini untuk pewangi artikel): “Siapa yang tak kenal Odi Shalahuddin?”. Bombastic question!

Balutan penyuka fiksi Vs penyayang anak-anak (terlantar), Odi tak menginsyafinya bahwa itu adalah engine ‘berkekuatan tetap’, tunjukkanlah kepadaku seorang saja di dunia ini, yang mengasihi anak-anak berbanding terbalik dengan attitude kekerasan non verbal. Kutak sedang menggendangi psikologik Odi Shalahuddin, aku memang dari lahirnya begini bahwa jika kupeduli kepada siapa saja. Kubukan pula, berkiblat personal. Lebar dan panjang dari itu bahwa kugandrung meneliti karya-karya dan misi maha raya orang per orang. Anggap sajalah, segala ini hidden research atas nama industri budaya.

Dari ‘karang-karangan’ ini, tiba jualah ‘hamba’ kepada seorang pengelana di Barak Kampus, ia yang begitu gagah, konsisten, jujur, pintar (maaf bukan cerdas). Terantuk-antuk langkahnya, semua orang prihatin dengan tanya seragam: “Orang berpotensi begini kok, tak dioptimalisai kepintarannya pihak kampus dan perusahaan….!”

Lantas ada hubungan apa antara sosok Odi Shalahuddin dengan realitas kekinian?

Idenya menciptakan ‘industri budaya’ untuk kekayaan anak-anak, generasi berikutnya, malah dianaktirikan begitu ketimbang proposal-proposal teknologi beton-beton, listrik-listrik, yang sesungguhnya ini tak mempercantik produk-produk budaya -dari kakek nenek- yang humanis-estetis.

Rupailah industri sekarang, bukankah telah memkanvaskan old culture yang kelewat cantik itu. Benar saja ucapan William Simon: “Andai kupunya triliyunan dollar, akan kurestart peradaban ini seperti semula”

Related posts