Pelit Vs Loyal

Rekan kerja saya dibilang pelit oleh sopir yang yang membawa limbah-limbah dari pabrik hanya gara-gara tidak menaikkan sekarung plastik yang tercampur limbah yang akan dibuang. Karena plastik termasuk limbah yang masih bisa dijual.

“Udah naikin aja, cuma plastik ini. Pelit amat sih,” begitu gerutu sopir.

Tapi rekan saya itu tetap tidak mengubris. Karung yang berisi plastik itu tetap dipisahkan. Si sopir jadi rada sewot.

Atas kejadian ini, tindakan rekan saya ini dianggap pelit oleh sopir, tapi di sisi lain oleh bos pasti dianggap kerjanya bagus. Sebab konsisten menjaga aset perusahaan walau cuma sekarung plastik. Pegawai model begini yang diidamkan yang punya perusahaan. Karena bisa dipercaya.

Baca juga :  (ORI) Menata Hidup Ketika Badai Menerpa

Pahlawan atau pecundang tergantung siapa yang memandang. Penilaian memang seringkali muncul dari sudut pandang subyektif. Tergantung kacamata yang dikenakan saat melihat satu persoalan.

Baik-buruk tergantung di mana posisi kita berusaha. Hal ini mengajarkan kepada kita agar jangan cepat menilai seseorang hanya berdasarkan satu sisi saja, sehingga dapat menutup hati kebenaran kita.

Hal ini juga mengajarkan kepada kita untuk tidak memvonis seseorang itu sebagai tidak baik atau jahat hanya dari satu perilakunya pada satu kejadian. Bisa saja pada perilakunya di lain waktu malah lebih banyak hal baik yang dilakukannya. Tidak adil, bukan?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

2 comments

  1. Antara pelit dan hemat memang cuma beda tipis Mas Kate…tapi kalau loyalitas sih memang etos kerja yang mutlak diperlukan