Skripsi menjadi penanda akhir perjalanan akademik seorang mahasiswa, namun bentuk dan fungsinya bisa sangat berbeda tergantung di mana ia belajar. Di Indonesia, skripsi adalah syarat mutlak kelulusan sarjana, lengkap dengan struktur formal yang ketat dan proses sidang yang melelahkan. Sementara itu, di Amerika Serikat, tidak semua mahasiswa diwajibkan menulis skripsi, dan mereka yang melakukannya sering kali menjadikannya sebagai proyek riset yang lebih fleksibel, padat, dan mendalam. Perbedaan ini mencerminkan cara dua sistem pendidikan tersebut memandang peran penelitian dalam pembentukan lulusan sarjana.
Perbedaan Skripsi Mahasiswa di Indonesia dan Amerika Serikat
1. Kewajiban Skripsi sebagai Syarat Kelulusan
-
Indonesia: Skripsi umumnya merupakan syarat wajib untuk menyelesaikan program sarjana (S1). Hampir semua universitas mewajibkan mahasiswa membuat skripsi sebagai bentuk finalisasi studi.
-
Amerika Serikat: Skripsi (sering disebut honors thesis) tidak wajib untuk semua jurusan atau kampus. Banyak mahasiswa S1 bisa lulus tanpa membuat skripsi, kecuali mereka mengikuti program honors atau ingin melanjutkan ke jenjang pascasarjana.
2. Tujuan Akademik
-
Indonesia: Skripsi seringkali dipandang sebagai “ritual akademik” yang harus dilalui, terkadang lebih bersifat administratif daripada kontribusi ilmiah yang nyata.
-
Amerika Serikat: Skripsi biasanya dikerjakan oleh mahasiswa yang serius dalam riset atau ingin masuk ke program S2/S3. Fokusnya lebih pada kontribusi terhadap pengetahuan atau pengembangan pemikiran kritis.
3. Kebebasan Topik dan Pendekatan
-
Indonesia: Topik skripsi sering dibatasi oleh minat dosen pembimbing, ketersediaan data lokal, atau struktur institusi. Beberapa kampus punya kecenderungan konservatif terhadap metode dan jenis penelitian.
-
Amerika Serikat: Mahasiswa umumnya diberikan kebebasan yang lebih luas untuk memilih topik, metode, hingga pendekatan interdisipliner, selama bisa dipertanggungjawabkan secara akademik.
4. Struktur Penulisan
-
Indonesia: Skripsi biasanya mengikuti struktur baku: Bab I (Pendahuluan), Bab II (Tinjauan Pustaka), Bab III (Metodologi), Bab IV (Hasil), Bab V (Kesimpulan).
-
Amerika Serikat: Struktur skripsi bisa lebih fleksibel dan bergantung pada bidang studi. Di bidang humaniora, misalnya, bisa berbentuk esai panjang seperti monograf, sementara di bidang sains bisa menyerupai artikel ilmiah.
5. Proses Pembimbingan
-
Indonesia: Bimbingan bisa sangat formal dan bergantung pada waktu luang dosen. Mahasiswa sering mengantre untuk bertemu dosen pembimbing dan mengalami proses yang birokratis.
-
Amerika Serikat: Bimbingan lebih personal dan intensif, terutama jika mahasiswa ikut program honors. Mahasiswa dan dosen pembimbing bisa berdiskusi mendalam, bahkan sebagai mitra riset.
6. Evaluasi dan Sidang
-
Indonesia: Ada proses sidang skripsi formal, biasanya dengan panel penguji. Mahasiswa diuji seberapa dalam memahami tulisannya, terkadang disertai koreksi teknis.
-
Amerika Serikat: Sidang skripsi tidak umum. Evaluasi biasanya dilakukan oleh pembimbing dan satu atau dua dosen lainnya, dan bisa berbentuk presentasi informal atau seminar.
7. Durasi dan Beban Waktu
-
Indonesia: Proses skripsi bisa memakan waktu 6 bulan hingga 1 tahun. Banyak mahasiswa terhambat kelulusan karena skripsi.
-
Amerika Serikat: Skripsi honors biasanya dimulai sejak tahun ketiga dan diselesaikan di tahun keempat. Karena tidak semua wajib membuatnya, beban waktu lebih ringan bagi sebagian mahasiswa.
8. Akses dan Publikasi
-
Indonesia: Banyak skripsi hanya berakhir di perpustakaan kampus, jarang dipublikasikan ke jurnal ilmiah.
-
Amerika Serikat: Skripsi honors yang bagus bisa dimuat di jurnal mahasiswa atau digunakan sebagai portofolio akademik. Beberapa bahkan dijadikan dasar aplikasi ke S2 di universitas ternama.
Mengapa Skripsi Mahasiswa Amerika Lebih Tipis Dibandingkan Mahasiswa Indonesia?
1. Fokus pada Esensi, Bukan Panjang Halaman
Di Amerika Serikat, kualitas lebih diutamakan daripada kuantitas. Mahasiswa diajarkan menulis secara efisien, langsung ke poin utama, dan menghindari repetisi atau pembahasan yang tidak perlu. Sebuah honors thesis bisa dianggap sangat baik meskipun hanya 30–40 halaman, asalkan mengandung argumen yang kuat dan analisis yang tajam.
“Less is more” menjadi prinsip utama dalam penulisan akademik di banyak universitas Amerika.
2. Tidak Terikat Format Baku Seperti di Indonesia
Mahasiswa Indonesia umumnya mengikuti struktur wajib: Bab I (Pendahuluan) hingga Bab V (Penutup), lengkap dengan subbab yang diatur ketat oleh pedoman kampus. Struktur ini sering menyebabkan penulisan melebar dan menjadikan skripsi lebih panjang.
Sementara itu, di Amerika Serikat, struktur penulisan bisa disesuaikan dengan bidang studi dan jenis riset. Di bidang sains misalnya, skripsi bisa ditulis dengan gaya artikel jurnal: abstrak, metode, hasil, diskusi, dan kesimpulan—padat dan langsung.
3. Tidak Semua Mahasiswa Amerika Menulis Skripsi
Skripsi (atau honors thesis) di Amerika bersifat opsional. Hanya mahasiswa yang mengambil program honors atau yang tertarik ke jalur akademik yang menulisnya. Karena itu, jumlah skripsi yang ditulis tidak sebanyak di Indonesia, dan mereka yang menulis biasanya sudah memiliki tujuan riset yang spesifik—membuat proses penulisan lebih terarah dan tidak melebar.
4. Kultur Menulis Ringkas dan Siap Publikasi
Banyak perguruan tinggi di Amerika membentuk mahasiswa untuk menulis dalam gaya akademik yang publishable. Artinya, skripsi didorong untuk siap dikirim ke jurnal ilmiah, yang umumnya membatasi jumlah kata atau halaman. Ini melatih mahasiswa untuk menulis ringkas, padat, dan fokus.
Sementara di Indonesia, banyak skripsi hanya dibaca oleh dosen penguji dan disimpan di perpustakaan kampus, tanpa tekanan untuk layak publikasi. Hal ini membuat tekanan untuk menulis efisien menjadi lebih rendah.
5. Bimbingan Lebih Intensif dan Spesifik
Mahasiswa di Amerika biasanya mendapat bimbingan yang intensif dan personal, karena pembimbing jumlahnya terbatas dan skripsi bukan kewajiban umum. Hasilnya, mahasiswa bisa fokus pada satu pertanyaan penelitian yang tajam, bukan eksplorasi panjang yang meluas ke mana-mana.
6. Penilaian Berdasarkan Kualitas Analisis, Bukan Tebal Dokumen
Di banyak kampus Indonesia, tebal skripsi sering dianggap sebagai cerminan kerja keras, bahkan menjadi pertimbangan nilai. Ini menciptakan tekanan untuk membuat skripsi sepanjang mungkin. Di Amerika, penilaian lebih pada:
-
Keaslian ide,
-
Rigor metodologi,
-
Ketajaman argumen,
-
dan kontribusi terhadap bidang ilmu.
📄 Jumlah Halaman Skripsi: Indonesia vs Amerika Serikat
🇮🇩 Indonesia
-
Umumnya: 60–100 halaman.
-
Fakultas Sosial & Humaniora: Bisa lebih panjang, bahkan hingga 150 halaman.
-
Fakultas Teknik & Sains: Kadang lebih ringkas, sekitar 60–80 halaman.
-
Penyebab panjang: Struktur baku (Bab I–V), banyak lampiran, kutipan panjang, dan tuntutan administratif dari kampus.
📌 Catatan: Di beberapa kampus, panjang skripsi dianggap sebagai indikator keseriusan, meskipun isinya belum tentu mendalam.
🇺🇸 Amerika Serikat
-
Tidak ada standar tetap, tetapi:
-
Honors thesis di bidang sosial/humaniora: 30–60 halaman.
-
Honors thesis di bidang sains atau teknik: 20–40 halaman, mirip format artikel ilmiah.
-
-
Struktur bisa lebih ringkas, namun substansi dan orisinalitas lebih ditekankan.
-
Fokus utama adalah kualitas analisis, bukan kuantitas halaman.
📌 Catatan: Mahasiswa Amerika sering diarahkan menulis dengan gaya jurnal ilmiah yang ringkas, terstruktur, dan siap untuk publikasi.
-
Indonesia: Lebih panjang secara halaman, namun banyak diisi elemen administratif dan format standar.
-
Amerika: Lebih pendek, tapi lebih fokus ke esensi dan kontribusi ilmiah yang nyata.
Kesimpulan
Perbedaan utama antara skripsi mahasiswa di Indonesia dan Amerika Serikat terletak pada fungsinya dalam sistem pendidikan, kebebasan akademik, dan cara institusi mendukung proses riset. Di Indonesia, skripsi adalah kewajiban yang seringkali formal dan administratif, sementara di Amerika lebih bersifat pilihan yang didorong oleh minat riset dan akademik murni.
Namun, sistem Indonesia juga mulai berkembang, terutama dengan meningkatnya kesadaran pentingnya riset yang bermakna dan kebijakan Merdeka Belajar. Ke depannya, mungkin akan ada lebih banyak fleksibilitas dalam pilihan tugas akhir mahasiswa.