Fenomena Pengemis dan Pencari Sumbangan dengan Unsur Penipuan

pengemis
www.tempo.co

Pagi-pagi saya sudah harus berteriak : ya ampun! Apa pasal? Begini ceritanya: seperti biasa pagi-pagi kerja sambil ngobrol dengan seorang rekan kerja. Topiknya tentang pengemis yang kena razia yang di gerobaknya ditemukan uang Rp 25 juta.

MODUS GAMPANG MENDAPATKAN UANG

Enak ya jadi pengemis? Bermalas-malasan dapat uang banyak. Hal ini hingga menginspirasi untuk dijadikan mata pencarian yang menjanjikan. Bisa bangun rumah mewah di kampung.

Lalu rekan ini bercerita tentang modus mencari uang yang tidak jauh berbeda atas nama yayasan atau majelis taklim yang dilakukan tetangga istrinya di kampung.

Dia menyebut salah satu kampung di wilayah Serang. Tetangga istrinya ini adalah koordinator untuk mengumpulkan dana dari masyarakat.

Yang bertugas di lapangan adalah ibu-ibu bawa-bawa map atas nama yayasan yang berkeliling minta sumbangan. Padahal keberadaan yayasan cuma omong kosong.

Yang membuat saya teriak, ‘ya ampun’ ketika rekan ini menyebut yang menjadi koordinator adalah seorang ustad dan guru ngaji. “Kok berani sih,”tanya saya keheranan. “Bawa-bawa agama lagi buat menipu?”

Rekan ini menjawab dengan kalem,”Namanya kebutuhan dan keenakan! Terus gak mau cari  kerjaan lain.”

BIJAK DAN CERDAS DALAM MEMBERI

Menghadapi fenomena ini, ada yang yang tidak peduli. Memberi ya memberi saja. Yang penting niat. Kalau yang meminta itu menipu biar urusan Tuhan saja.

Ada juga yang antipati dan menutup diri dengan urusan meminta-minta ini. Stop memberi. Karena berpikir dengan memberi pada mereka justru akan membuat menjadi malas.

Bahkan ada teman yang tahu jelas ada tetangganya yang rela mengemis cuma untuk modal bermain judi, sehingga timbul antipati dan timbul persepsi yang buruk terhadap para pengemis.

Berkenaan dengan fenomena ini tak heran sampai keluar aturan memberi denda bagi yang ketahuan memberi pada pengemis. Sebab akan menimbulkan efek negatif dan merebaknya dunia pengemisan.

Dalam hal ini kita memang perlu menyikapi dengan bijak dan cerdas dalam memberi. Yakni memberi dengan cara yang benar dan kepada yang tepat untuk menerimanya.

Sebab dengan memberi kepada pengemis yang berkeliaran di jalanan dan para pencari sumbangan yang tidak jelas identitasnya niat baik kita menjadi salah sasaran. Tak dipungkiri, bahwa ada unsur penipuan yang terjadi untuk ‘memaksa’ orang memberi kepada mereka.

Tentu sangat bermanfaat apabila niat baik kita memberi sampai pada sasaran dan bermanfaat untuk menolong mereka yang benar-benar membutuhkan.

Related posts