Guru Juga Suka Korupsi

www.solopos.com

Bagi sebagian masyarakat, guru masih dianggap sebagai profesi yang terhormat. Sedangkan bagi sebagian orang lagi, guru sudah dipandang tidak ubahnya sama seperti profesi-profesi yang lain. Motivasi menjadi seorang guru pun tidak lagi hanya untuk pengabdian dan bagian dari tugas mulia untuk mencerdaskan bangsa. Menjadi seorang guru lebih didasarkan oleh faktor ekonomi semata.

 

Lalu bagaimana hubungan antara guru dan korupsi?

Maaf, jangan dikira menjadi seorang guru akan jauh dari lingkaran korupsi. Mata masyarakat awam mungkin kehidupan di sekolah adalah tempat yang steril, bebas dari godaan korupsi. Coba bandingkan antara sebuah sekolah dan kantor polisi misalnya, mana yang menurut kita lebih dekat dengan aroma tindak korupsi?

 

Jangan salah menilai karena saat ini rasanya tidak ada satu pun lembaga yang bebas dari kasus korupsi. Termasuk lembaga yang berhubungan dengan agama sekalipun. Lalu bagaimana guru-guru kita itu bisa melakukan tindak korupsi?

 

Di dalam strutur sekolah, pihak yang paling sering menyalahgunakan wewenangnya adalah kepala sekolah. Tetapi agak sulit bagi seorang kepala sekolah bermain sendirian. Orang yang bisa diajak kerjasama adalah bendahara sekolah. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa ada oknum guru biasa yang terlibat dan juga komite sekolah.

 

Apa saja yang bisa dikorupsi dilingkungan sekolah? Ada banyak dana yang mengalir ke sekolah antara lain dana alokasi khusus (DAK), Block Grand, Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Untuk DAK, jumlah yang diterima oleh sekolah jumlahnya lumayan besar. Diperuntukan bagi sarana fisik maupun non fisik. Biasanya kontraktor atau konsorsium yang akan menjadi rekanan sekolah ‘ditunjuk’ oleh dinas pendidikan setempat. Bagaimanapun kepala sekolah akan ikut menerima fee. Fee dari rekanan akan semakin besar diperoleh jika tidak harus lewat persetujuan dinas untuk memilih rekanan.

 

Misalnya untuk pengadaan buku dan komputer dalam DAK, konsorsium berani memberi fee sebesar 15 -20 persen. Biasanya ada 100-an juta dana yang dialokasikan untuk pengadaan ini. DAK sendiri sudah menjadi lahan basah untuk diperebutkan yang kadang menimbulkan konflik. Untuk menghindari ini biasanya diadakan bagi-bagi proyek agar semuanya dapat.

 

Dana block grand, dana ini biasanya langsung didapat dari pusat. Bukan rahasia lagi bahwa perlu lobi-lobi khusus untuk mendapatkan dana ini. Biasanya kepala sekolah harus meng’ijon’ dulu lewat broker. Biaya ke Jakarta dan akomodasi akan disediakan oleh kontraktor ya minimal dipinjamin kendaraan dan uang bensin.

 

Jika dana Block Grand cair yang kadang jumlahnya menyusut karena harus lari ke broker, maka pengerjaan akan diserahkan kepada kontraktor yang sudah membantu. Di sini segala harga akan dimainkan agar ada keuntungan bagi sekolah dan pihak rekanan. Memang ada pengerjaan yang harus melalui tender, namun biasanya sudah diatur.

 

Bagi kontraktor yang biasa berhubungan dengan sekolah akan paham sekali bagaimana permainan anggaran di sekolah. Kadang kepala sekolah atau bendarahara tidak minta duit namun barang, bisa juga THR. Atau minta uang saku untuk berangkat haji. Jika ingin tetap dapat proyek dari sekolah ya mau tidak mau ya harus kerjasama yang ‘baik’ dengan oknum-oknum tersebut. Pokoknya ada simbiosis mutualisme antara oknum dan rekanan.

 

Proyek pengadaan barang di sekolah yang sangat menggiurkan adalah pengadaan komputer. Susah dideteksi oleh rekan-rekan guru yang lain karena masih banyak guru yang gaptek. Yang penting komputer bisa dipakai anak didik itu sudah cukup. Pengadaan alat peraga, buku dan laboraturium pun termasuk lahan basah (mirip alkes yang feenya sangat besar). Bagaimana dengan LKS? LKS itu wewenang guru yang mengampu, biasanya bekerja sama dengan marketing penerbit. Walaupun tidak besar namun apakah etis menerima fee, yang notabene didapat dari uang murid?

 

Salah satu modus juga, kadang pihak sekolah mencari rekanan yang masih polos. Yang bisa diatur seberapa besar keuntungan yang bisa dirampok oleh mereka. Rekanan kadang merasa tidak apa-apa untung kecil asalkan akan terus dikasih pekerjaan oleh sekolah tersebut. Kadang oknum itu tidak merasa bersalah mengembat dana bantuan dari pusat,seolah-olah itu adalah hak untuk ditilep. Lupa bahwa dana tersebut dari pajak yang dibayar rakyat.

 

Makanya jangan heran jika melihat tayangan di tv, atap sekolah ambruk padahal baru saja diperbaiki. Bagaimana tidak, jika rangka atap baja ringan yang dipakai kualitasnya bukan yang terbaik. Lalu gentingnya pakai genting biasa, bukan  genting seng yang memang lebih diperuntukan untuk rangka atap baja ringan. Banyak itu sekolah yang belum genap 1 tahun direhab namun keramiknya sudah pada rusak.

 

Motif guru korupsi apa sih? Berdasarkan pengalaman, mereka yang korupsi bukan guru baru yang gajinya masih standar. Guru-guru baru biasanya masih idealis. Kepala sekolah dan bendahara yang sering bermain tentunya orang-orang lama termasuk dari segi usia. Rata-rata dari mereka punya kendaraan yang bagus, bahkan sudah memakai roda empat. Rumah bagus dan besar lengkap dengan garasi. Belum lagi bila istri juga bekerja. Apa lagi yang kurang dari oknum-oknum ini? Bisa karena memang sudah terbiasa korupsi jadi korupsi adalah hal yang wajar. Kadang ironisnya, oknum guru yang korup ini mengajarkan bidang studi seperti agama atau PPKN.

 

Korupsi di lingkungan sekolah, kadang susah dibuktikkan. Bagaimana dengan sogok menyogok agar seorang anak bisa bersekolah disitu. Bagaimana anak harus membayar sekian rupiah agar bisa naik kelas. Bagaimana dengan korupsi yang lain, seperti korupsi waktu. Tidak sedikit oknum guru bolos, atau di kelas hanya menyuruh muridnya menyalin sedangkan dia hanya duduk baca koran.

 

Maaf, bukan bermaksud melecehkan profesi guru. Semua tahu bahwa itu adalah oknum. Tetapi kita tidak bisa memungkiri bahwa fenomena korupsi dilingkungan sekolah itu ada. Baik korusi besar maupun yang kecil. Anda yang berprofesi sebagai guru pasti lebih paham mengenai hal ini.

 

Entahlah, dahulu guru lebih seperti Umar Bakri. Nasibnya ke sekolah naik sepeda onthel namun masyarakat begitu respek terhadap profesi yang satu ini. Sekarang, masih adakah guru ngonthel dan disegani?

*artikel ini dibuat dalam rangka memperingati Hari Guru Nasional 2013

Related posts