Mengakui Kesalahan Dianggap Kebodohan, Membuat Orang Lain Salah adalah Kesuksesan

menyalahkan

 

“Kelihatannya baik dan santun, sesungguhnya sebuah cermin manusia yang berpikir bahwa mengakui kesalahan itu adalah sebuah kebodohan dan membuat orang lain merasa bersalah adalah sebuah kesuksesan.

Manusia yang manupulatif adalah manusia yang sudah terbiasa mengolah kesalahan untuk dijadikan senjata kebenaran yang ampuh.”

Hari Minggu yang cerah, selepas mengantar si dede berlatih sepak bola, saya segera mencari koran Kompas untuk menikmati bacaan di pagi hari. Biasanya rubrik ‘Parodi’ yang segera dipelototi.

Dua bait kalimat pembuka tulisan ini adalah saya kutip dari tulisan Samuel Mulia yang menarik itu.

SUDAH SALAH, MALAH MENYALAHKAN

Bait pertama merupakan kesimpulan Samuel tentang seseorang yang berjanji, kemudian tidak menepati. Alih-alih mau mengakui kesalahannya, malah seakan-seakan hendak menimpahkan kesalahan itu kepada yang diberi janji.

Temannya mengajak ngopi-ngopi di sore hari. Waktu sudah ditentukan. Waktu berlalu tanpa kabar. Jadi atau tidak acara ngopinya. Malam hari temannya malah mengirim pesan,”Kak Sam sibuk ya?”

Saya sendiri pun pernah mengalami. Ada yang menjanjikan untuk bertemu. Sudah menunggu-nunggu tiada kabar berita. Begitu dihubungi eh dengan enteng bilang,”Lupa” dan diteruskan,”Kamu sih salah, tidak mengingatkan lagi. Saya kan sibuk. Ya udah lain kali aja ketemunya!”

Tanpa disadari, kebiasaan menyalahkan itupun bisa kita lakukan. Menyalahkan anak yang nakal, padahal kita sendiri yang mengajarnya tidak benar.

Menyalahkan bawahan tidak rajin bekerja, padahal sebagai atasan kurang perhatian. Menyalahkan atasan yang marah-marah, padahal sebagai bawahan kerjanya berantakan.

Apakah kita termasuk orang yang menganggap mengakui kesalahan sebagai kebodohan dan membuat orang lain bersalah sebagai kesuksesan? Menyedihkan. Karena ini adalah kebodohan yang sesusungguhnya.

Sejatinya berani mengakui kesalahan adalah kemenangan dan tidak mudah menyalahkan orang lain memiliki kebesaran jiwa. Inilah kesuksesan namanya.

MANUSIA yang MANIPULATIF

Sekarang kita ada yang berpikir, hal yang salah bila sudah umum, maka itu bisa menjadi benar. Seperti korupsi. Karena sudah dilakukan secara massal, orang jadi tenang-tenang dan tanpa perlu merasa bersalah ketika melakukannya. Kemudian dengan mudahnya menyalahkan sistim.

Sama halnya dengan kebohongan. Dengan kepintaran permainan kata, kebohongan bisa dimanipulasi seakan-akan jadi benar dan tak apa-apa.

Menjadi manusia yang manipulatif. Mengolah data-data. Yang salah bisa jadi benar dan yang benar bisa jadi salah.

Lantas kita berkata,”Kalau tipu-tipu dikit atau korupsi dikit-dikit tak apa-apalah asal tidak kentara dan ketahuan. Udah umum kok hal ini!”

Apa yang tidak bisa dimanipulasi pada jaman sekarang? Wajah dimanipulasi, penampilan juga begitu. Apalagi soal data-data, dengan mudahnya dimanipulasi. Suara pemilih dimanipulasi bukan rahasia lagi.

Pindah keyakinan pun bisa dimanipulasi demi untuk bisa menikahi kekasihnya yang lain keyakinan. Menikmati seks dengan bebas tanpa perlu merasa berdosa bisa dilakukan dengan penikahan yang dimanipulasi.

Apalagi? Tuhan pun sekarang bisa dimanipulasi demi ambisi keduniawian manusia. Demi melampiaskan angkara murka. Oh dunia…

@refleksihatidipagihari

Related posts