Cuma Ada di Indonesia, Kerupuk Kulit Rasa Jaket

bantulbiz.com
bantulbiz.com

Ketika liburan ke Indonesia beberapa bulan lalu, keluarga saya mengatakan agar hati hati membeli makanan di pinggir jalan, karena sekarang makin banyak bahan berbahaya dalam makanan. Setahu saya, dari dulu di Indonesia ada tahu pakai formalin, jajanan anak pakai pewarna textil, tapi kalau sekarang ini makin banyak lagi makanan beracun, sungguh saya tak mengerti. Mengapa di Indonesia oknum pedagang makanan ngga pernah jera?

Memang sih menjelang Ramadan terlihat petugas petugas sibuk SIDAK ke pasar tradisional sambil bawa bawa sample. Untuk apa kalau setelah itu tak ada kelanjutannya. Menurut pendapat saya ngga penting SIDAK kalau cuma hangat hangat ITU ayam. Harusnya para pedagang diberi penyuluhan dan himbauan terus menerus. Jika mereka masih mengulang maka perlu tindakan tegas dan hukuman berat agar mereka jera mengulang.

Setelah diberi tahu  agar melihat tayangan laporan investigasi dari salah satu station TV. Bukan main terkejut saat menontonnya. Ada home industri yang membuat kerupuk kulit dari limbah jaket, sepatu dan tas. Ada limbah catering didaur ulang jadi makanan, ada sate kambing isinya daging guk guk, ada saus tomat, strawberry segar pakai pewarna textile dan masih banyak lagi yang lainnya. Astagfirullah, teganya oknum penjual makanan ini meracuni pelanggan. Ngga percaya? silahkan buka di Youtube dan cari Reportase Investigasi.

Baca juga :  Jalan-jalan ke Kapal Nabi Nuh

Tak ingin diam saja, saya langsung menulis email pada pihak BPOM ( Badan Pengawas Obat dan Makanan) RI, disertai bukti bukti video dari Youtube.

Tak lama saya mendapat penjelasan lewat email balasan :

“Sehubungan dengan email saudara perihal laporan pengolahan makanan kerupuk kulit dari bekas pengolahan jaket kuli, pengolahan kecap dan saos dengan pewarna textile, kentang goring pakai borax. Bersama ini kami sampaikan terima kasih atas laporannya. Untuk pengolahan kerupuk skala industri rumah tangga (industri kecil UKM) pengawasannya ada di Dinas Kesehatan setempat, dengan kode registrasi P-IRT + 12 angka, termasuk catering dan penjual makanan siap saji Fast Food (KFC atau CFC dan semacamnya).

Untuk tindak lanjut BPOM, kami perlu data no registrasi saos tomat dan kecap dengan kode MD/ML + 12 angka. Untuk itu disarankan melaporkan juga produk tersebut ke Dinas Kesehatan setempat (sesuai wilayahnya). “

Baca juga :  Carrefour integrates OpenAI technologies and launches a generative AI-powered shopping experience

Surat di alinea kedua membuat saya bingung dan bertanya. Mengapa saya yang harus mencari data no registrasi saos tomat dan kecap? Kenapa saya yang disuruh melapor ke Dinas Kesehatan? Laporan dari masyarakat harusnya ditanggapi dan ditindak lanjuti, bukan sebaliknya pelapor di suruh cari bukti. Capeeek deh…

Akhirnya saya berkesimpulan bahwa sebagai rakyat, kitalah yang harus melindungi diri sendiri dan keluarga dari keracunan makanan yang beredar dipasaran.

Tak bisa berharap banyak dari pemerintah karena mereka diam saja dan terlalu sibuk. Buktinya dari tahun ketahun hingga sekarang oknum pedagang terus saja berjualan dengan cara cara curang dan membahayakan kesehatan. Tindakan dan hukuman berat ? ngga ada tuh……

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

2 comments

  1. waduh…padahal jangan-jangan jaketnya gak pernah dicuci…https://blograkyat.com/wp-content/plugins/wp-monalisa/icons/wpml_wacko.gif
    trima kasih peringatannya, Bunda…