Ini Soal Cinta Raibku

laurafitri.blogspot.com

Kehilangan itu aksara simpel. jadi berat saat menjalaninya. Kisahku itu, na’as. Terkubur bernisan sedih. Dengar laraku, lirik sebuah nyanyian favouritku bersamanya. Termemori lelucon Ayam-ayam Kiyamat, bermerduan simponi rindu, bersedih-sedihan, dan bersuka pun duka, dalam setiap masa menyapa.

Akulah inspiratornya di tiap detik, di tiap tapak kaki dan ayunan tangannya. Rupanya, Sang Inspirator itu telah wafat baginya. Prasangkalah melunjak-lunjak hingga fitnah itu meraung-raung. Serentetan tudingan itu, membuatku tertendang dari romantisnya cinta.

Aku ini dungu, tak lihai membaca bahasa tubuh, tak pandai pula memanggang kata hingga semuanya jadi gosong, hangus dan menghitam-legam. Hanya berkas-berkas luka yang tertinggal, di sana.

Baca juga :  Duka Bukan untuk Negeriku

Betapa kucinta dia, kusayang dia, kukangeni dia. Dia manusia terbaik yang pernah kujumpai langsung. Cinta tiada tedeng aling-aling, tanpa ba-bi-bu-be-bo dan tanpa pamrih. Hanya satu pamrih yang ia asa, itulah yang digelar dengan kasih sayang tanpa ujung, persembahan hati yang tak bertepi. Itu saja.

Tapi kini, cintaku t’lah raib. Ini soal cinta raibku, takkan kusuai lagi cinta seraya itu, sedahsyat itu. Cinta berlembayun sutra di balik perihnya onak dan duri-duri asmara. Panahnya, merasuk ke sukma, tak tercabut, dan terbiarkan di ulu hati. Sebab, aku inginkan luka itu, semakin lama, dan tak berharap sembuh-sembuh. Sepertinya hadiah sakralku, buah jemari kasarku, masihlah bertengger di lengannya. Aku tak tahu, apa ia masih merawatnya ataukah malah telah menghanyutkannya di sebuah samudera maha luas.

Baca juga :  Hujan di Bulan Januari

Selesailah cinta besar nan memilukanku itu…

Palu, Sulawesi Tengah, 6 Mei 2014

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

2 comments

  1. Sayang seribu sayang gara2 tak pandai memanggang kata, akhirnya jadi gosong, bisanya diongseng ya bro…tapi selalu masih ada cinta kok