Jokowi dalam Soal UN Bermuatan Politis?

Pemunculan nama Jokowi dalam soal UN menjadi berita yang menggemparkan. Menanggapi hal tersebut sebagian masyarakat langsung mengaitkan dengan masalah politik. Ada juga berbagai pendapat yang mengemuka termasuk dari Gubernur Jokowi sendiri. “Kenapa tidak pakai tokoh seorang Pahlawan?” Harus? Mungkin ini salah satu jawaban yang bisa jadi juga mengemuka di dalam pikiran para guru.

Berkaca pada diri saya yang juga seorang guru bahasa, akan mengatakan pemillihan wacana tersebut sebenarnya tidak masalah. Sebenarnya yang menjadi masalah ketika berbagai pihak sudah memelintir peristiwa ini. Sebagai seorang guru kami dituntut untuk selalu memberikan aktualitas sebuah informasi. Dewasa ini siswa selalu dibombardir dengan berita-berita miring dan negative tentang tokoh dan para oknum pejabat yang korup atau melanggar susila. Akan tetapi dengan kejujuran hati yang paling dalam kita masih bisa melihat tokoh yang jujur dan peduli kepada masyarakat. Salah satu tokoh tersebut adalah Bapak Joko Widodo, Gubernur DKI.

Soal Bahasa Indonesia ini sebanarnya tidak menyalahi aturan. Materi atau SKL (Standar Kompetensi Lulusan) yang akan dicapai adalah memahami dan meneladani biografi tokoh. Biografi Bapak Jokowi ini dapat kita jumpai di berbagai media. Jika akhirnya penulis soal memilih biografi beliau sebenarnya bukan suatu kesalahan. Pasalnya berdasarkan paragraph tersebut memang kita layak untuk meneladani kebaikannya yang selama ini telah ia lakukan. Dalam SKL pun tidak tercantum larangan guru menggunakan biografi tokoh yang masih hidup. Pengertian biografi sendiri adalah riwayat hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain. Ketika ada orang yang menulis biografi seseorang itu tentu sudah ada pertimbangannya.
Kembali menyoal tentang soal UN bahasa Indonesia dan hari ini pada soal bahasa Inggris, yang oleh sebagian orang telah dipandang bermuatan politik. Para pembaca perlu juga memahami, bahwa seorang guru perlu lebih kreatif dalam menyajikan bacaan untuk pembelajaran atau penulisan soal. Tentu kreativitas guru ini juga harus ada dasar yang kuat dan ilmiah. Di antaranya yang menjadi dasar adalah berita harus actual, menginspirasi, dan mengandung nilai-nilai positif. Dalam pembelajaran tidak pernah ada sumber yang mengatakan bahwa guru harus memilih tokoh pahlawan. Siapa pun tokoh yang ada sejauh itu mampu menginspirasi generasi muda layak untuk ditampilkan dalam pembelajaran. Bahkan biografi seorang pemulung pun ketika ia bisa menjadi motivasi bagi kaum muda, misalnya ia tidak pernah terlibat dalam tindak kriminal dan secara moral maupun spiritual baik boleh ditampilkan sebagai bahan pembelajaran.

Baca juga :  Omong Kosong PDI-P Tidak Capreskan Jokowi

Stadard aktualitas dan nilai keteladanan tokoh ini rupanya yang menyebabkan penulis soal mengutip biografi Jokowi. Semenjak terpilih menjadi Gubernur DKI, nama Jokowi kian melambung. Tentunya setiap siswa juga menyadari hal ini dan kita juga harus dengan jujur pula untuk mengakui keberadaan Beliau. Berdasarkan hal itu pula saya meyakini tim pembuat soal mengutip wacana tentang biografi Jokowi. Dengan demikian sebenanrnya sangat jelas kalau soal ini jauh dari muatan politis. Saya pun sangat yakin pihak Diknas akan memberikan jawaban yang sama. Apalagi pembuatan soal ini sudah selesai jauh sebelum nama Jokowi terpampang sebagai Capres 2014.

Baca juga :  Test Level

Jadi, marilah kita belajar untuk berpikir bersih dan jauh dari prasangka. Apalagi dunia pendidikan bertujuan mencerdaskan generasi muda dari berbagai segi kehidupan. Oleh karena itu, janganlah menggunakan ranah pendidikan sebagai sarana menyebarkan fitnah dan kebencian. Percayalah bahwa soal ini jauh dari muatan politis.

Salam-AST16042014

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

2 comments

  1. SAlahnya cuma dipolitisi berkaitan dengan pencapresannya, kalau gak pasti gak apa-apa ceritanya hehhe

    1. Kenapa ya kadang kita tidak bisa berpikir objektif? Kan politik itu tidak selamanya kotor yang kotor sebenarnya hati dan pikiran kita. Benar nggak Bung Kate?