[MBLR] Kenari Pada Gaharu

mimpi3Ia menceritakannya pada kami dengan kegembiraan yang meluap-luap, tak tega kami memotong segala ucapannya. Tak mampu kami padamkan gairah yang mengerlip di bola mata itu. Kenari begitu larut dalam bahagia, segala sesuatu tampak indah saja dimatanya. Maka dari itu sulit bagi kami untuk menyela masuk ke dalam rasa yang dilarung asmara.

“Aku mengenalnya dari jejaring sosial. Namanya Gaharu. Tentu saja ia tampan rupawan. Ia adalah pemeran utama dalam beberapa kisah ternama di sinema kaca. Syukurku pada Gusti, berjumpa lelaki macam ini. Sudah pula tampan, sungguh sayang kepadaku, pun pandai dalam mengais rejeki. Banyak hartanya! Lelaki ini eloklah bagiku,….”

Kami mengangguk-anggukkan kepala setuju dan bersimpati pada keriaan dihatinya. Sebab apalah arti sahabat jikalau kami selalu berprasangka pada bahagia yang menjemput dirinya, yang kami sebut sahabat itu? Kami turut girang alang – kepalang. Penantiannya tuntas sudah. Kekecewaannya pada beberapa pria, musnah kini. Ia telah bertambat pada seseorang yang dinanti sekian puluh purnama.

Masih dengan girang pada parasnya, Kenari lalu membuka halaman itu, jejaring yang mempertautkannya dengan sang Arjuna pujaan. Ahoy, memang elok rupa lelakinya. Beberapa gambar dirinya terserak penuh gaya. Kulitnya bersih bagai pualam, senyumnya lebar menawan. Otot-otot pada lengannya membuat kami teringat pada manusia setengah dewa. Duh, alangkah beruntungnya Kenari menemui lelaki secakap ini dari dunia yang tak bertepi.

Kenari memamerkan kepada kami aneka gambar dirinya bersama Gaharu. Alangkah mesra! Kenari bersandar didadanya. Gaharu menggandeng lengannya. Kenari melangkah dimuka dan Gaharu mengawal di belakang. Pandang keduanya syahdu bertatapan, seakan rindu yang tuntas terpuaskan karena sebuah perjumpaan. Srikandi dan Arjuna. Amboi, bikin iri saja!

Dalam hati kami ternganga, sungguh heran dan terpana. Bagaimana mungkin Kenari seberuntung itu, lelaki yang nyaris sempurna jatuh dalam pangkuannya. Bahkan tersiar kabar Gaharu mulai menafkahi dirinya. Menebar materi dan janji tuk merajut masa depan bersama. Tentu kami bertanya-tanya, sedangkan mencari lelaki biasa saja kami harus jeli menyapa dan menebar tawa. Itupun kami tak lagi-lagi mendapatkannya. Lelaki berkualitas bukan sembarang adanya!

“Kenari, bagaimanakah cara kau menemukan Gaharu…?”

“Sudah kukatakan, aku menemukannya dari jejaring sosial. Aku berteman dengan salah satu dari kawannya, yang mengenal kawanku yang lainnya. Lalu ia melihat rupa diriku dalam dinding pertemanan itu dan jatuh suka. Kami bertaut, berkembang menjadi sebuah jalinan ikatan. Pada akhirnya cinta ‘jua lah yang berbicara. Menakjubkan bukan..??”

Sesungguhnya kami ragu jika Kenari hinggap pada Gaharu. Semudah itukah ia berjangkar-sauh pada lelaki yang dikenalnya dari dunia maya?

Siapa Gaharu ini? Siapa pula yang tahu dimana rimbanya? Sedikit mencengangkan bagi kami. Sedalam itu Kenari merindu seorang lelaki hingga lupa diri. Tapi kami menutup mulut atas nama persahabatan. Kami tak ingin menangung durjana karena ia tengah bahagia. Serapahnya akan tercurah jika kami mencampurinya.

Baca juga :  Ahok : 7 Prinsip Yang Harus Dipegang oleh Pejabat Publik

“Berapa lama kau mengenalnya, Kenari?”

“Enam bulan sudah kami berjalinan dalam kisah.”

“Wah, cukup untuk sebuah perhelatan rupanya..??”

“Mungkin tak secepat itu, sahabat-sahabatku. Aku dan Gaharu masih menikmati saja percintaan ini. Saat ini segalanya terasa indah, nyaman dan memabukkan. Ia bahkan mulai membagikan padaku sedikit dari hartanya. Tanda pengikat sayang. Kami membangun pondasi masa depan dalam kebersamaan.

“Sungguh mengagumkan! Bagaimanakah kisahnya..??”

“Aku bekerja untuknya. Untuk Gaharu, pasangan jiwa dan calon suamiku. Kami bahu-membahu. Ia memiliki bisnis kreasi rama-rama dalam bingkai kaca. Dikeringkannya aneka rama-rama, direkatkannya pada alas beludru lalu dijualnya kepada para peminat,…”

“Uang hasil perniagaan itu lalu masuk ke dalam rekeningku. Setelahnya kukirim uang pada Gaharu. Ia menyisakan sedikit hasil sebagai upah atas jerih-payahku menolongnya dalam bidang usaha. Ungkapnya, ia sedang menabung bagi rumah masa depan kami kelak,…”

Lagi, kami tersentak dalam tanya. Mungkinkah berniaga jual-beli serangga kemudian hasilnya dalam satuan dollar, masuk semena-mena pada rekening Kenari? Usaha apakah ada yang semudah itu? Menjual rama-rama menghasilkan harta? Bagai menangguk emas, namun cukup menjala dengan sehelai kacu?

Kami menahan diri tak mencecarnya dengan tanya, Kenari yang tengah dilanda cinta bersemi. Ia benci kecurigaan. Baginya kami dengki semata, karena tiada lelaki di sisi kami.

“Alangkah beruntungnya kau, Kenari!”

“Demikianlah diriku kala ini sahabat. Tak usah kalian berkeluh-kesah, suatu hari kelak lelaki yang tepat pasti akan datang menghampiri kalian. Bersabarlah…!”

Sambil berdendang ia berlalu dari hadapan kami semua. Dibawanya sebuah papan ajaib pemindai kehadiran tanpa perlu nyata bersua. Lalu pergilah ia ke salah satu ruang, menancapkan penghubung arus dan pemancar gelombang kasat mata. Ia mulai membuka-buka jejaring yang menautkan dirinya dengan lelaki tampan, buah keberuntungannya itu.

Saat bayangan lelaki itu muncul pada layar dinding yang bertuliskan Gaharu, asyik ia bertukar kata dengan dewa dambanya itu. Tersenyum dan tertawa-tawa ia pada sebuah bayang semu yang meniupkan gelora cinta. Diketikkannya beratus rindu dan manja. Lelaki itu membalaskan hal yang sama, mengetikkan ratusan peluk dan kecup mesra. Aih!

Bisa jadi kami ini hanya dengki semata atas rinai asmara yang bersemi dalam dua jiwa. Lagi-lagi kami yang penuh logika terkesan mencampuri. Sebab apalah yang dicari di dunia ini dan apakah yang dipetikan oleh hati, selain cinta dan bahagia?

Kami iri, kami hina dan kami tak punya kuasa atas nama cinta.

Dalam ketakpuasan kami undur diri dan diam pada latar belakang. Kenari sedang bahagia! Jangan seorang pun juga menitahkan derita atasnya. Bagi kami berbunyi nasihat atas nama asmara dilara, bagi Kenari kendala berselimutkan picik semata. Aih, cinta.

Dua purnama setelahnya, kami berjumpa lagi dengan Kenari. Bergegas-gegas, kami berlarian dan berhimpun menemuinya.

Kali ini ia mendekam dari balik jeruji besi. Airmatanya tumpah-ruah bak bah bandang menerjang. Kami bertangisan dan lengan – lengan kami berusaha erat memeluknya.

Baca juga :  Jatuh Cinta

Namun jeruji dingin dan keras menghalangi. Menghalangi Kenari pada dekap kami, para sahabat yang diam-diam cermat menjaganya.

“Apa yang terjadi padamu, Kenari? Dimana Gaharu…?”

Bersimpuh Kenari, lemas pada lantai batu dingin yang kasar. Gaunnya cabik, wajah cantiknya kotor oleh jelaga. Sepasang bibirnya kering dan pecah. Ia tampak bagai Gagak. Sulit bagi kami untuk lagi mengenalinya, sebagai si Kenari.

“Gaharu menipuku, wahai para sahabat…!”

“Ia tak seperti apa yang dikatakannya! Mentah-mentah ia menipuku atas nama cinta. Gambar lelaki tampan itu bahkan bukanlah bayangan dari wajah sesungguhnya! Ia adalah seseorang yang berbeda…!”

“Bagaimana mungkin?? Bukankah kau selalu berjumpa dengannya..?”

“Tak pernah!!”

“Tak kau ajak ia bertemu muka…??”

“Sudah berulang kali kukatakan. Tapi ia selalu menolak, ada saja alasannya…!”

Hah..?! Lalu selama ini bagaimana kau berkencan dengan dirinya??”

“Melalui dunia maya…”

“Lalu foto-foto kemesraan itu, kau dan dia..??”

“Itu hanyalah hasil pengolahan gambar dari sebuah mesin pintar…!”

“Astaghfirullah…!”

Kami semua terdiam.

Hati kami meramal ini akan terjadi. Kami melacak jejak lelaki itu, yang bernama Gaharu melalui jejaring sosial lainnya. Benarkah ia kekasih Kenari, sahabat kami?

Namun ia katakan tak mengenal Kenari. Tak kenal burung kecil kuning yang mencicit riang tentang wanginya. Entah siapa yang menggunakan gambar rupa dan jati dirinya, menyaru jadi Gaharu. Ia bersumpah tak tahu-menahu tentang Kenari, apalagi menganggapnya belahan hati! Inilah mengapa kami, para sahabat sering menaruh syak wasangka!

Kenari terisak keras, merengek dan meratap. Kami menunduk dalam duka.

“Bisnis rama-rama yang dikatakannya itu ternyata bohong belaka!”

“Itu mariyuana!”

“Kotak-kotak yang dikirim oleh Gaharu tak pernah kubuka. Semuanya jeli terbungkus rapi. Selalu ada lelaki yang mengantar dan membawanya pergi, …”

“Tiba-tiba saja, … “

“Aku yang diciduk polisi!”

“Aku percaya saja bahwa itu semua adalah rama-rama dan perniagaannya berjalan baik sempurna. Aku jatuh cinta pada Gaharu yang ternyata fatamorgana..!”

“Entah siapa dia sebenarnya..??”

Bagaikan perempuan gila Kenari terus meraung.

Membuka fakta yang dulu seharusnya lebih bernalar dan berlaku pada dirinya ketimbang kami, para sahabat. Kami baginya hanyalah pendengung cemburu atas kebahagiaan dan cintanya. Kami iri karena Kenari bertemu dengan Gaharu, lelaki wangi yang menjeratnya dalam nikmat rindu perempuan pada lelaki.

Tapi inilah nasihat kami pada para Kenari dan burung-burung cantik lainnya. Janganlah mudah hinggap pada sembarang cabang Gaharu. Kita tak pernah tahu pikat apa yang dipasang oleh para pengumpan. Karena teraniaya adalah taruhannya.

Dari balik jeruji bui mata Kenari menerawang menatap kami para sahabat nanar, kata – katanya bergumam tak jelas, “Dan mimpiku bukan puing, aku berdiri membangun mimpi di atas mimpi.”

Tak tega kami mengingatkannya kembali, bahwa Kenari terlalu banyak bermimpi! (josephinewinda, no.36)

——————————————————————————————————————————————-

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

17 comments

    1. Hi Asih, makasih yaa….ditulis sudah agak lama sih thn 2011 hihii https://blograkyat.com/wp-content/plugins/wp-monalisa/icons/wpml_yahoo.gif..terimakasih masih ada yang suka membacanya – .

  1. wuihh… keren mbak Josephine.
    baik rangkaian kata maupun pelajarannya patut diacungin 2 jempol
    :2thumbup

  2. Sudah sangat jarang kita menemukan cerpen bergaya prosa liris spt ini. Sangat indah gaya tuturnya

  3. endingnya wow banget… dan pesan yang terkandung dalam cerita oke banget… dunia maya itu lebih kejam …. hehehhehehehhe

    1. waduh apakah ada pengalaman pribadi yg bs di share-kan Acik? heheh..makasih ya sudah baca..