Mereka Bukan Guru, Tapi Tersangka Kasus Pidana

Saya menulis artikel ini karena prihatin dengan adanya pendapat dan pandangan yang keliru pada sebagian besar masyarakat khususnya komunitas para guru.  Hal tersebut dipicu oleh sebuah adagan dimana para oknum guru yang telah menjadi tersangka karena kasus tenggelamnya siswa di SMP 1 Turi Sleman tersebut kepalanya gundul.

Hampir semua orang tak pernah berpkir lebih dulu sebelum memberi pendapat dan komentar terkait adegan tersebut. Tak sedikit yang berpendapat dan menyalahkan pihak kepolisian sebagai pelaku penggundulan kepala tersangka.

Sebagai sesama guru, boleh saja membela teman seprofesinya, tapi jangan tinggalkan logika berpikir yang sehat dengan hati yang bersih.

Guru adalah profesi yang mulia

Terlebih dahulu saya akan menguraikan pandangan dan pendapat saya perihal kasus ternggelamnya para siswa SMP 1 Turi Selaman tersebut.

Begini.. menurut saya, yang namanya guru adalah sebuah profesi yang sangat mulia sebab mendidik para siswa dan generasi muda agar jika besar nanti menjadi manusia yang berguna bagi keluarga, bangsa dan negara. Apa yang dilakukan oleh seorang guru kepada anak didiknya, tentu saja dengan tujuan pendidikan.

Memang tak ada satupun guru yang sengaja mencelakai anak-anak didiknya. Namun apapun profesi termasuk guru tentu punya tanggungjawab dan resiko dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.

Dalam kasus tenggelamnya para siswa SMP 1 Turi Sleman menurut saya adalah terlepas dari keberadaan guru dalam rangka mendidik siswanya. Maksud saya begini, jika ada seorang guru telah melakukan perbuatan melawan hukum, apalagi tindak pidana, maka  dengan sendirinya dia harus dilepaskan dari statusnya sebagai guru.

Sebagai contoh kasus, jika ada seorang guru memperkosa anak didiknya, maka dia bukanlah seorang guru, tapi pelaku tindak pidana. Demikian juga terkait kasus SMP1 Turi tersebut. Status mereka sekarang bukanlah guru, tapi tersangka kasus kriminal

Mengapa kriminal?

Sebab istilah kriminal adalah terkait dengan hukum pidana. Suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang dampaknya menghilangkan nyawa orang lain adalah kasus pidana. Terlepas itu sengaja atau tidak, tau atau tidak, sebab hukum diberlakukan bagi semua orang tanpa ditanya terlebih dulu, sengaja dilakukan atau tidak. Hukum berorientasi pada dampaknya. Sedangkan prosesnya sebagai pertimbangan hakim dalam menjatuhkan vonis.

Perbuatan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain, tentu melanggar hukum pidana dan hukumannya adalah kurungan badan atau penjara. Mengenai vonis berapa lama hukuman penjara yang diberikan oleh hakim, tentu dengan mempertimbangkan prosesnya. Bagi yang melakukannya dengan sengaja apalagi dengan perencanaan, tentu makin berat hukumannya. Sebaliknya, jika tanpa adanya unsur kesengajaan tentu  lebih ringan. Itu saja prinsipnya. Tapi saya dalam hal ini tidak mempersoalkan vonis kepada tersangka, sebab itu adalah hak dari majelis hakim.

Baca juga :  Orang Ini Menyerahkan Masker Gratis ke Kantor Polisi, Lalu Menghilang..

Kelalaian atau tak punya hati?

Nah, kembali pada kasus tengggelamnya siswa SMP1 Turi Sleman, yang menjadi fokus permasalahan adalah jatuhnya banyak korban meninggal yang masih anak-anak dibawah umur (siswa SMP) apalagi pertempuan. Hal inilah yang tentu akan memperberat hukuman. Apakah ini akibat kelalaiaan para tersangka? Menurut saya tidak !

Mengapa demikian?

Hal ini bukanlah terkait masalah kelalaian tapi perihal itikad sebagai seorang guru. Lebih jelasnya begini. Guru adalah sebagai pengganti orang tua murid ketika dalam proses belajar dan mengajar di sekolah. Sebagai orang tua, mestinya punya itikad dan perilaku sebagaimana layaknya orang tua yang mengasihi anak-anaknya. Dengan demikian, tentu orang tua tak akan membiarkan anak-anaknya masuk ke dalam keadaan yang membahayakan keselamatan, apalagi menyuruhnya.

Sekarang, mari kita analisis lebih jauh.  Sebagai seorang guru sekaligus kakak pembina Pramuka, ketika menuyuruh anak-anak didiknya turun ke sungai dalam kegiatan Pramuka (susur sungai) kira-kira apa yang ada dibenak para guru tersebut?

Bukankah hal itu sangat berbahaya terutama bagi siswa perempuan? Bagaimana bisa seorang guru, memberikan perintah kepada anak didiknya untuk masuk ke dalam kondisi yang membahayakan keselamatan mereka?

Apakah ini kelalaian? Jelas bukan !

Menurut saya hal ini menujukkan bahwa sebagai seorang guru, mereka tidak memiliki itikad dan hati.  Mana ada guru dan orang tua yang membiarkan bahkan menyuruh anak-anaknya turun ke sungai? Dalam rangka mendidik anak? Mendidik apanya?

Pertanyaan mendasar adalah apa yang sesungguhnya diinginkan oleh para guru tersebut?  Memangnya dengan menyuruh mereka masuk ke sungai, biar mereka nanti jika sudah besar jadi apa?

Ini bukan pendidikan militer dan sama sekali tak perlu dan tak ada relevansinya.   Bahkan untuk pendidikan militer sekalipun, semua prajurit akan dilatih terlebih dahulu, khususnya kemampuan berenang dan penyelamatan diri (survival) sebelum diturunkan ke sungai.

Baca juga :  Pertama Kali Dalam Sejarah, Indonesia Jadi Presidensi G20

Jika tak ada pelatihan berenang dan survival, lalu para guru menyuruh anak didiknya turun ke sungai, ini perintah apa namanya? Konyol sekali bukan ? Ini mendidk atau mau mencelakakan anak?

Terlepas musim hujan atau tidak, air sungai sedang surut atau tidak, ada korban atau tidak, perintah guru sebagai kakak pembina Pramuka yang menyuruh anak-anak didiknya turun ke sungai adalah suatu perbuatan yang tidak boleh dilakukan.  Apalagi tanpa adanya persiapan dan pemantauan dari tim penyelamat/kesehatan.

Mana yang lebih penting, rambut gundul tersangka atau anak-anak yang jadi korban?

Semuanya itu telah terjadi, dan menyisakan duka yang mendalam pada para orangtua dan keluarga korban yang telah kehilangan anak kesayangannya.  Namun tiba-tiba muncul berita soal kepala gundul para tersangka, dan publikpun sontak membela para tersangka karena diperlakukan tak layak, seperti tersangka pelaku kejahatan.

Usut punya usur, ternyata kepala gundul para tersangka adalah karena permintaan mereka sendiri, dan tak ada kaitannya dengan perlakuan dari pihak aparat kepolisian.

Sebegitu mudahnya publik menilai bahwa itu akibat perlakuan dari pihak kepolisian. Mereka berpikir pada satu sisi semata karena memperimbangkan bahwa mereka para tersangka adalah para guru, padahal persepsi itu keliru. Mereka bukanlah guru, tapi tersangka kriminal.

Siapa Yang Memperjuangkan hak keluarga korban?

Mempersoalkan rambut gundul para tersangka adalah hal yang sama sekali tidak penting, apalagi ternyata itu atas permintaan mereka sendiri. Justru yang jauh lebih penting adalah bagaimana memikirkan nasib para keluarga korban. Adakah yang turut memperjuangkannya?

Bahkan komunitas para guru yang tergabung dalam organisasi PGRI justru mempermasalahkan rambut gundul tersangka hingga beritanya menjadi viral dimana-mana. Tapi adakah yang memperjuangkan hak-hak para keluarga korban yang telah kehilangan buah hatinya?

Bangsa kita ini sungguh memprihatinkan. Tak bisa lagi membedakan mana yang  penting dan mana yang tidak. Hanya karena seprofesi , maka mereka membela teman-temannya sendiri dan tak lagi menghiraukan pihak-pihak yang paling dirugikan yakni para keluarga korban.

Menurut saya, justru yang lebih penting dilakukan adalah menuntut pemerintah untuk memberikan santunan yang layak kepada keluarga korban, daripada sibuk mempersoalkan rambut gundul  para tersangka

#donibastian

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

1 comment

  1. Yg kita permasalahkan adalah hukum kita yg tebang pilih itu. Perlakuan polisi terhadap tersangka yg notabene melakukan tindakan yg bisa dianggap kriminal dalam tugas disamakan dengan tahanan kriminal kejahatan/ begal, tampil dsb. Sementara itu perlakuan polisi terhadap tahanan koruptor sangat berbeda, mereka masih dengan gagahnya/ pakaian perlente dengan menenteng koper mewah, ditahan di rutan KPK yg mewah, hanya dipakaikan rompi kuning saja dan masih diperlakukan seperti pejabat aktif. Itu saja yg kami permasalahkan, tidak lebih…