(Pada Suatu Ketika) Penantian Tak Berujung

http://www.google.com/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&cad=rja&docid=OTojZ630xMdybM&tbnid=RrZObKUdq9cHEM:&ved=0CAQQjB0&url=http%3A%2F%2Fprakasita15.blogspot.com%2F2013%2F08%2Fcinta-segenggam-pasir.html&ei=InmcUtieGMWLrQfQ-oGgDw&bvm=bv.57155469,d.bmk&psig=AFQjCNGhGB77cM7pRDSJ7rg1oztnwApnfw&ust=1386072505781453
http2Fprakasita15.blogspot.com

Bertahun yang lalu aku menyusuri titian ini. Ini adalah kali ke lima aku kembali menyusurinya.  Sama dengan harapanku setiap kali melakukan ini. Ya…  aku berharap sesampainya aku di ujung titian lainnya, kau telah menunggu di sana. Seperti waktu itu, masa indah yang pernah kita lalui. Memang aku hampir melupakan semua itu, tapi engkau… dengan caramu sendiri menuntunku, mengingatkanku momen bersejarah itu, yang untuk selanjutnya akan kuingat secara utuh.

Perlahan, selangkah demi selangkah kutapakkan kakiku menyusuri panjangnya titian, seolah memberi waktu untukmu sampai ke ujung titian lainnya. Aku tak ingin kecewa!…aku takut kecewa, walau  kutahu kemungkinan besar aku akan menuai itu.

Kuingat saat itu, di bawah pendar bulan purnama kita duduk berdampingan di sebuah bangku panjang pada sebuah taman. Setelah sebelumnya kau minta aku  menemuimu di tempat itu. Semilir angin sempat memburai rambutku dan menutupi sebagian wajahmu. Segera kukeluarkan ikatan rambut dari balik saku gaunku dengan maksud mengikatnya agar tak mengganggumu.

“Biarkan saja, tolong jangan diikat! Aku suka rambut panjangmu” ucapmu seraya menahan gerakan tanganku.

“Hmmmm… kupikir akan mengganggumu” ujarku. “Sepertinya ada sesuatu  yang penting ingin kau sampaikan padaku? Katakanlah” lanjutku kemudian.

Kau raih tanganku dan menggenggamnya dengan erat seolah takut terlepas. Aku merasakan ada sesuatu  menakutkan yang ingin kau sampaikan padaku. Firasatku mengatakan seperti itu.  Kutoleh wajahku menatapmu, berusaha mencari kejelasan ada apa sebenarnya?

“Aku harus kembali ke Abu Dhabi, sebuah panggilan mengharuskan aku kembali ke sana ” ujarmu membuatku terdiam sejenak. “Berjanjilah, kau akan setia menungguku sampai aku kembali. Tak akan lama, hanya setahun” hiburmu.

Baca juga :  Badai (Iggy)

Penjelasan yang cukup singkat, namun hampir membuatku limbung. Terulang lagi dan terus berulang kau tinggalkan aku. Padahal aku cukup sumringah mendengar kau akan memutuskan menghentikan kontrak kerjamu di sana. Terlalu jauh, dan aku akan kehilanganmu cukup lama.

Tahukah kau, untuk sebuah penantian tiap detik serasa satu jam, dan tiap jam bagai setahun? Aku masih terdiam menahan riak-riak pemberontakan dalam hati. Aku ingin berteriak dan berharap kau mengerti lewat tatapanku ‘aku tak ingin kau pergi’

“Setahun dari sekarang ,persis  jam tujuh malam, temuilah aku di ujung titian itu. Aku akan hadir untukmu” ujarmu menenangkanku . “Akan kubingkai hari bahagia kita dengan mengukuhkan dirimu dan diriku di hadapan Junjungan kita” janjimu.

Dan kini, lima kali sudah aku menemuimu di ujung titian kenangan kita. Kali ini aku membawa segenggam pasir, bukan tanah merah. Tekadku sudah bulat, andai kali ini aku kembali menuai kecewa,  pasir dalam genggamanku ini akan kutaburkan di ujung titian itu. Biarlah bulir-bulirnya berpencar, seperti hati kita. Tanah merah mengandung harapan untuk menyatukan dan membentuk gumpalan. Tidak seperti pasir yang sifatnya menceraikan, tak ada aroma surgawi yang sempat kita hirup bersama . Hambar, sehambar hatiku yang masih saja menjunjung harapan kosong.

Aku telah sampai di ujung titian di mana engkau menungguku saat itu. Dalam keremangan malam aku berharap kau datang menemuiku seperti janjimu lima tahun lalu. Aku tak peduli bagaimana ujudmu, bagiku kau adalah kau! Kau  dengan kelembutanmu mengasihiku, mengajariku banyak hal  tentang hidup dan kehidupan. Tentang makna  sebuah pengorbanan dan kesetiaan.

Baca juga :  Masih Ada

Ahhhh… sekarang aku putus asa, satu jam sudah aku menunggumu. Kutaburkan pasir dalam genggamanku dengan memburai air mata. Sebuah penantian tak berujung telah kulakoni dan kini, aku berhak meneruskan hidupku .  Kurogoh pisau kecil dalam saku gaunku, dengan pisau itu kuukir sebuah pesan untukmu pada sebuah pohon mahoni yang tumbuh persis di samping ujung titian kita“ lima kali aku menyusuri  titian kenangan kita, namun tak kutemui engkau. Jika suatu saat aku lelah, dan tak kembali lagi ke sini sedang kau ada di sini, kau  tahu di mana harus mencariku. Temuilah aku di sana, aku akan tetap setia menunggumu, walau kutahu penantianku tak akan berujung

Gerimis hujan seolah turut menangisi penderitaanku, pun mengiringi langkahku untuk kembali pulang.

*****

Sebelumnya : https://blograkyat.com/fiksi/cerpen-fiksi/2013/12/01/pada-suatu-ketika.html

Filosofi pasir

 “Cinta” itu seperti pasir dalam genggaman tanganmu, semakin keras kau mengenggamnya untuk mempertahankannya, semakin banyak juga cinta yang keluar melalui sela-sela jemarimu, akhirnya hilang ditiup angin yang berhembus ketika kamu membuka tanganmu dan sadar segalanya telah terlambat. Namun biarkan pasir itu di jemarimu, maka ia akan tetap di sana sampai angin nasib yang akan meniupnya. Begitu pula cinta, genggam ia dengan segala daya kekuatanmu maka ia akan pergi. Namun biarkan cinta itu dengan menghargai kebebasannya, maka ia akan tetap di sana…

DESA Rangkat

Rangkaters, silakan dilanjutkan…..

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

39 comments

  1. suka sekali dengan “Biarkan saja, tolong jangan diikat! Aku suka rambut panjangmu” sama sukanya dengan filosopis pasir..

    met malam Mbak Kim.. salam

    1. En-Ka, Folosofi pasirnya aku copas lho. Bukan karyaku sendiri.Sumbernya di FB salah satu teman.
      Terima kasih , selamat pagihttps://blograkyat.com/wp-content/plugins/wp-monalisa/icons/wpml_yahoo.gif

  2. Wuiiihhhh… diksimu cicih, serasa gimana, gitu…
    Keren, cih..https://blograkyat.com/wp-content/plugins/wp-monalisa/icons/wpml_good.gif

    Pilosofi pasir-nya ngena banget.
    Karakter tulisan cicih benar2 terbangun di sini.

    Duh, ini tantangan neh. kudu dikembangin lagi alurnya.
    Tapi, gw bisa nggak yah? eh, sanggup gak yahh..? https://blograkyat.com/wp-content/plugins/wp-monalisa/icons/wpml_smile.gif

    1. Mas Hans,
      Mohon maaf cicih acak-acak cerpenmu. tergelitik hati untuk melanjutkannya
      Hayuu… mas, lanjutkan. Ke mana saja 5 tahun tak ada kabarnya?

      Maaf juga jika tak berkenan

    1. Dorma…….sini, duduk dekat cici.
      hehehehe… jangan bawa pentungan tapinya
      Terima kasih yahttps://blograkyat.com/wp-content/plugins/wp-monalisa/icons/wpml_yahoo.gif

    1. Mom…. hayuuuuu dilanjutkan. Awal ceritanya sudah keren Mom, Mas Hans emang oke….
      https://blograkyat.com/wp-content/plugins/wp-monalisa/icons/wpml_yahoo.gif

    1. Cukat#eh.. ingat di WA nih hihihi, Pak Katedra, asal jangan sampai kehilangan dompet.
      Terima kasih
      https://blograkyat.com/wp-content/plugins/wp-monalisa/icons/wpml_yahoo.gif

    1. Howeee… Jingga, serasa lama banget nggak nulis cerpen, ini pancingan Mas Hans mengena di hati.
      Lha.. yang ngajarin cici kan Jingga dn Mas Hans.
      Tangkayu yeee.
      https://blograkyat.com/wp-content/plugins/wp-monalisa/icons/wpml_yahoo.gifhttps://blograkyat.com/wp-content/plugins/wp-monalisa/icons/wpml_rose.gif

  3. mantabbb .. cici …. suka banget… asli !!!!!

    btw ajarin saiya nulis dimari dong …. rasa2nya saya masih tersesat, tak tentu mulai dari mana nih …….. ###https://blograkyat.com/wp-content/plugins/wp-monalisa/icons/wpml_good.gifhadowwwwwwwww gaptek bin lemot 😀

    1. Pagi Mbak Marla, ketemu ladi di mari.
      Kita sama-sama masih belajar Mbak, utak-atik ketikketik, pasti nemu caranya atau baca panduan menulis dari admin
      Hayooo.. Admin, Pandu Mbak Marla.

      https://blograkyat.com/wp-content/plugins/wp-monalisa/icons/wpml_rose.gif

    1. Sore Pujangga Rangkat, Mas Lala
      Ehmmmm…. senang ketemu di sini
      terima kasih 🙂

  4. horeeeeeeeeeeeeeeeee menangg…. makan-makan… asiiiiik… Tangcity yaa ciii… mmuaach