Pengemis itu

gambar diambil dari www.republika.co.id
gambar diambil dari www.republika.co.id

“Nin, Nina.. Nina..!!”
Aku tersentak kaget.
“Ya ngelamun nih bocah!” sahut suara di depanku.
Aku nyengir. Kudapati Citra, sahabatku menggeleng- geleng kepala.
“Ngelamunin apa lo?” tanyanya.
“Gue nggak ngelamun kali, Cit.” jawabku.
“Kenapa ya Cit, gue selalu suka lihat gedung- gedung tinggi itu!”
“Yaudin tinggal disini aje!”
Aku tergelak. “Halah itu sih mau lo!”
“Lah bener dong, lo kan katanya suka liatin tuh gedung- gedung tinggi, kalo lo tinggal disini bisa lo pantengin tiap hari, tiap jam bahkantiap detik!” sahutnya.
Aku menggeleng. “Ogah ah, gue pindah kemari nambah-nambahin beban populasi manusia di sini aja.”
Citra mencibir, “Halah bilang aja lo nggak mau jauh- jauhan dari pacar lo itu kan.”
Aku tertawa. “Pacar? Pacar yang mana beib, ah kamu cemburu ya?” candaku padanya.
“Aish, apa sih lo! Geli dengernya gue!”
“Oh, ya ampun beib kamu beneran cemburu!” ucapku menggodanya.
Citra menoyor kepalaku. “Nggak usah makin aneh KARENINA!!”
“Jangan jatohin pasaran gue, napa!” tambahnya pelan seraya menengok kiri kanan.
Aku tertawa lebar.
“Jaim dikit ngapa Nin!” tegurnya keras padaku. Seketika kuhentikan tawaku
“Banyak laki keren nih!” tambahnya. Ya ampun nih orang, pikirku.
Akupun menengok kanan kiri. Ternyata memang makin ramai nih restoran. Tampak beberapa eksekutif muda yang entahlah hanya Tuhan yang tahu niat mereka, beneran cari makan siang atau cari gebetan.
Aku melirik jam ditangan, Pukul 12.05 WIB. Pantas saja jam makan siang.
“Berapa lama lo di sini?” tanya Citra tiba- tiba.
“Lusa udah balik gue!” sahutku.
“Ya bentar amat!” protesnya.
“Kan acara pelatihannya udah kelar, Cit”
“Ooh” Kembali aku mengamati sekeliling restoran. Restoran yang dipilih Citra sebagai tempat pertemuan kami. Aku baru tiba siang tadi di kota ini. Ada pelatihan dari kantor yangharus kuikuti. Berhubung acara baru dimulai nanti malam, aku yang tiba sedari siang memanfaatkan waktu untuk bertemu Citra yang memang tinggal di kota ini. Jadilah kami berdua bertemu di restoran ini.
“Udah kan lo!” ajakan Citra membuyarkan lamunanku.
“Hah!”
“Jalan yuk ah! Lo udah kelar makannya kan?”
Aku mengangguk. “Nggak gawe lo?”
“Bolos” jawabnya singkat dan melangkah menuju kasir.
Sembari menunggu Citra, Kuarahkan pandangan kearah jalanan. Seperti biasa jalanan kota ini ramai dengan berbagai kendaraan. Tiba- tiba beberapa kendaraan kusadari berjalan melambat. Kulirik Lampu di seberang jalan. Pantas saja, lampu merah, batinku. Seketika itu berhambur pedagang dan pengemis menghampiri para pengendara. Baik tua maupun muda.
Tunggu dulu, aku seperti mengenal wajah itu. Itu kan……. Pakde Yan, orang terkaya di kampungku.
Penampilannya,,, Oh Tuhan!!!!! Dia berada diantara orang- orang yang menengadahkan tangannya pada mobil- mobil  yang berhenti di lampu merah. Padahal baru kemarin ibuku bercerita tentang pakde Yan yang baru membeli mobil baru. Aku teringat headline media beberapa hari, Pengemis Jutawan tertangkap membawa 25 Juta. Aku menutup mulut dengan tangan kananku, Oh jadi selama in ia………

Baca juga :  Waktu Tak Pernah Padam

 

Bandung, 1 Desember 2013

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

4 comments