Riba Kehidupan

Waktu itu saya dekat dengan seorang kawan. Segala gerak-geriknya menunjukkan bahwa ia orang baik dan penolong. Berulang kali menceritakan betapa ia sering menolong orang. Berdasarkan rasa percaya bahwa orang ini memiliki kebaikan, maka saya banyak mendengar kisah dan menyetujui pendapatnya. Sampai pada suatu ketika ia membanggakan diri bahwa dengan kekayaannya ia merasa penuh berkah, bahkan mampu menolong orang lain. Caranya? Dengan memberikan pinjaman uang! Saya teringat kisah dari Pak Katedra Rajawen yang menceritakan betapa istrinya menasihati seseorang agar tidak membungakan pinjaman. Kisah ini serupa namun tak sama.

Kawan saya memberlakukan riba yang lebih menakutkan. Ia tidak mengambil bunga dari orang lain namun ia mengambil kebebasan orang tersebut. Ia memperbudak mereka yang meminjam uang kepadanya. Ia menanamkan politik balas budi yang tak berkesudahan. Dan hebatnya ia pandai memilih ‘mangsa’. Ia akan menolong orang-orang yang menurutnya punya perangai baik dan dapat dikendalikan olehnya. Ia tidak akan sembarang memberikan pinjaman. Ia meneliti profile psikologis calon mangsanya. Tidak dengan gamblang ia menceritakan hal ini. Namun saya mengamati bahwa korbannya adalah orang-orang baik yang terjebak oleh keadaan buruk. Kawan ini memainkan kartunya dengan sempurna. Paling menakutkan adalah ketika ia menceritakan dengan bangga bahwa menjadi orang berpunya adalah takdir baik yang membuat ia memiliki peran berharga bagi orang lain. Yaitu dengan kemampuan memberikan pinjaman uang. Saya tidak tahu apakah diantara orang-orang yang dipinjaminya itu ada yang dibungakan lagi uangnya atau tidak. Tetapi mengingat nada bangga ucapannya membuat bulu kuduk saya merinding, karena terdengar haus kuasa atas orang lain.

Di waktu lain. Ada seorang kawan yang gemar meminjam uang. Suaminya sangat gemar berinvestasi. Dari satu bisnis ke bisnis yang lain. Mengambil KPR dari satu rumah ke rumah yang lain. Gali lubang tutup lubang. Dalam keadaan demikian kawan saya ini terus-menerus hamil dan punya anak. Dalam waktu singkat ia memiliki tiga anak yang masih kecil-kecil. Suatu ketika ia memohon kepada saya agar memberikan pinjaman uang yang jumlahnya pada masa itu terasa cukup besar. Saya lalu mengajak kawan lain untuk menolong kawan yang kesusahan ini, patungan. Saya yakin bahwa kawan lain ini pasti akan langsung membantu untuk meminjamkan uang sejumlah yang dibutuhkan, bersama-sama dengan saya hingga jumlahnya mencukupi. Jawaban kawan lain ini membuat saya tercengang, “Maaf Win, … saya nggak mau meminjamkan uang padanya. Sudah seringkali saya meminjamkan uang pada kawan dan tidak dikembalikan. Itu terjadi sejak dulu. Sejak masa kuliah. Ditotal-total saya rugi banyak sekali! Sekarang saya kapok meminjamkan uang,..” Saya masih berkeras mengajaknya patungan, “Tapi dia sahabat kita. Dia sedang kesusahan karena perilaku suaminya dan anak-anaknya ada yang masih bayi pula,…” Teman yang saya ajak berbuat baik itu tetap menolak. Akhirnya saya sendiri yang meminjamkan uang dengan nilai tidak sebesar yang diminta. Itupun saya terus merengek pada suami agar diijinkan meminjamkan uang karena merasa kasihan, khususnya pada tiga anak yang bererot. Saya takut ada yang tidak kebagian susu kaleng. Waduh, saya jadi ‘riya nih. Tujuannya bukan itu, hanya sharing pengalaman saja ya!

Baca juga :  Wisata Memacu Adrenalin
money-flowers
foto: www.satumedia.info

Momen itu menyadarkan saya, bahwa teman atau sahabat yang kita rasa kenal baik kadang memiliki sisi lain yang tidak kita ketahui. Saya hanya berpikir kami sama-sama bersahabat dan sudah seharusnya tolong-menolong di perantauan. Tetapi ternyata kami tak sependapat. Tertawa gembira boleh bersama-sama, kalau ada kesusahan menerpa silahkan urus sendiri. Saya tidak berpikir untuk menanam riba di kehidupan dengan meminjamkan uang. Baik atas nama budi ataupun materi. Saya hanya berpikir, “Seandainya SAYA yang berada pada keadaan demikian dan tak seorang pun menolong, ataupun orang menolong dengan maksud jahat… apakah tidak menyedihkan?” — Kejadian itu sudah sangat lama terjadi. Namun menjadi proses filterisasi watak manusia khususnya tentang pertemanan dan budi baik. Menjadi titik awal insting saya tentang watak seseorang sesungguhnya. Yang tadinya saya tidak punya prasangka buruk, akhirnya saya memiliki kesan kurang menyenangkan dan bahkan waspada. Memang kini persahabatan itupun semuanya telah kandas dan lenyap bersama kabut masa lalu. He-he,… 

Riba di kehidupan sebaiknya janganlah ditanamkan. Sebarkanlah kebaikan yang ikhlas tanpa banyak berharap timbal-balik dari orang lain atau keuntungan. Jujur, kini saya takut kepada jenis-jenis kawan yang saya ceritakan diatas. Yang bangga dengan jasa baiknya, namun sesungguhnya berniat memanipulasi. Yang tidak perduli pada kesusahan orang yang dikenal dekat. Sungguh saya heran, mengapa saya sempat kagum dan menganggap mereka orang yang baik? Apakah polos dan mudah percaya lalu serta-merta menempatkan kita sebagai korban? Apakah sudah tidak ada orang yang mengerti arti kebaikan sesungguhnya? Orang-orang yang mengambil riba di kehidupan tersaring dengan sendirinya, dari orang-orang yang beramal tulus ikhlas. Saya tidak pernah lagi melihat kawan – kawan yang saya kisahkan diatas. Perjalanan nasib membuat kami tidak lagi bersinggungan atau bahkan bersisian jalan. Masing-masing menapaki kisahnya sendiri. Tahu tidak? Hari ini saya memiliki lebih banyak sahabat-sahabat yang sangat baik dan tulus. Orang-orang yang berkelimpahan dalam arti sesungguhnya. Termasuk para ketikers! Saya masih takut bersinggungan dengan orang-orang yang rakus mengambil riba di kehidupan. Benar,… saya punya rasa takut ketika melihat serakah jadi raja.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

2 comments

  1. Sekarang kehidupan susah semakin susah, kata istri saya sekarang mau pinjam sama teman aja ada embel2 bunganya, kalau sama saudara alasannya paling gak ada duit, eh besoknya bisa boleh mewah mewah sekaliber Alphard

    1. iyaaa… kadang minjam susah ditagih, kadang berpunya ngga mau minjamin.. makanyanya pake logika, nalar dan strategi…. jangan ngrepotin org kalau gak terpaksa, kalau mau nolong terus tertipu ya jangan dijadikan alasan tidak lagi mau menolong orang..bener kaaan?.. pilih presiden yg menolong rakyat.. #lho-kok-kampanye# ha-ha…