Sandungan Bernama Fobia

Menjadi orang-tua itu memang pekerjaan yang tidak mudah, boleh jadi sangat sulit. Orang-tua adalah perpanjangan tangan Tuhan untuk menciptakan manusia baru. Hidup berpasangan saja sudah menjadi tantangan tersendiri, apalagi jika ditambah beban dengan membesarkan anak atau anak-anak. Untuk mempermudah dan mempersingkat waktu, biasanya orang-tua akan menggunakan ‘ilmu menakut-nakuti.’ Perihal apa saja yang muncul dan sekiranya membahayakan bagi anak, biasanya orang-tua akan mulai menakut-nakuti. Jangan pulang setelah gelap, nanti diculik setan. Jangan menyisakan nasi jika makan, nanti pak tani marah. Jangan duduk didepan pintu, nanti sulit jodoh. Jangan malas belajar, nanti tidak naik kelas. Jangan ini dan jangan itu, nanti begini dan begitu. Akhirnya anak-anak sering terperangkap pada fobia yang aneh.

Ada yang takut hantu, ada yang takut susah jodoh, ada yang tidak puas jika tidak meraih juara kelas. Ada yang ini dan ada yang itu. Karakter anak juga beda-beda. Ada yang masa bodoh, dinasihati apa saja tetap bandel. Namun banyak juga yang penakut. Ditakut-takuti maka ia akan semakin takut. Saya akui, dulu saya termasuk jenis anak yang penakut. Agak pemberani hanya setelah dewasa saja. Semasa kecil dan remaja, saya sering ditakut-takuti. Akibatnya jadi fobia segala macam. Saya takut kotor, jijik-an. Takut bertemu dengan orang baru. Takut ditinggal sendirian. Takut ketinggian. Takut berantakan. Takut mengecewakan orang. Takut ini dan takut itu. Mungkin jika harus didaftar semua jenis ketakutan, saya harus ke psikiater untuk memeriksakan diri. Tapi ini benar, semasa sekolah ada kisah menakutkan tentang ‘suster buntung’ di WC sekolah. Akhirnya saya harus selalu ditemani oleh teman ketika ke kamar mandi. Ini berlaku hingga SMA. Haduh, … cape deeeh. Kuliah sudah agak berani ke WC sendiri, tapi tidak mau kemana-mana sendiri. Jika ke kantin harus ada temannya, pergi ke supermaket harus sama teman juga. Parahnya setelah dewasa pergi beribadah kalau sendiri juga enggan, harus selalu ditemani suami atau anak. Haduh, asli…cape deeeh!

fobia
foto : weheartit.com

Batu sandungan itu bernama fobia alias rasa takut. Rasa takut ini kadang menghalangi orang untuk maju dan berkembang. Menghalangi perubahan dan kecepatan adaptasi pada kehidupan. Menghalangi orang untuk keluar dari zona nyaman dan mencoba hal baru. Saya sering mencari akar dari kepatuhan saya yang berlebihan, lalu saya pikir ini karena semasa kecil sering ditakut-takuti. Dan intensitas menakut-nakuti itu sangat sering hingga mematahkan keberanian dan meniadakan pemberontakan. Maka saya katakan menjadi orang-tua itu bukan tugas yang mudah. Memiliki anak yang suka memberontak dan berani melawan tentu akan merugikan bagi si anak sendiri. Terbukti sekarang dalam banyak kasus, anak-anak sering mengambil tindakan sendiri. Misalnya pergi dengan orang yang tak dikenal sehingga terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Sedangkan untuk mengurung anak di dalam rumah terus-terusan juga tak mungkin. Bagaimana caranya agar seorang anak bisa berada ditengah? Tidak terlalu berani dan gegabah, namun juga tidak terlalu penakut seperti saya. Disatu sisi memang saya ‘extra’ hati-hati, namun disisi lain saya jadi orang yang sangat lambat dalam perkembangan mental dan perbaikan diri. Menurut saya komunikasi terbuka orang-tua dan anak serta level ‘kedekatan’ sangat mempengaruhi perkembangan jiwa.

Baca juga :  Cara Jitu Melacak Photo

Hingga hari ini saya masih sering menyimpan ketakutan. Takut akan masa lalu. Takut akan masa depan. Takut pada orang-orang tertentu dan pengaruhnya. Takut bicara dan takut tidak disukai orang. Wah, pokoknya banyak hal yang menakutkan. Baru akhir-akhir ini saja, saya bicara, bicara dan terus bicara melalui tulisan. Mungkin karena selama ini saya diam, diam dan diam karena fobia. Karena takut akan segala sesuatu. Menurut saya menakut-nakuti sangat tidak baik akibatnya bagi perkembangan jiwa. Tidak hanya bagi anak-anak, orang dewasa saja bisa dengan mudah ketakutan karena pengaruh masa kecilnya pula. Berbalik dengan pola didik menakut-nakuti yang saya terima sejak kecil, saya dan suami mencoba liberal terhadap putri semata-wayang kami. Anak ini memang cukup bandel dan pemberani, bahkan tidak mudah ditakut-takuti. Terakhir putri saya ini pergi berkemah ke Parigi – Sukabumi. Dan dalam kegiatan kemping itu ia melakukan sedikit kegiatan ketentaraan, seperti jurit malam lengkap dengan pocong untuk menakut-nakuti. Ia berjalan disisi paling luar, bahkan ada seorang anak lelaki minta berada di tengah karena penakut. Lalu ia juga berlatih merayap ditanah dengan tangan dan lutut. Menurutnya kegiatan itu mengasyikan. Ketika diperiksa oleh kami, tangan dan lututnya baret-baret, ia berkomentar, ” Ya ampuuun,.. Ini luka kecil, akan cepat sembuh!” That’s my girl. Jangan banyak fobia seperti Mom ya!  Hmmm,… hari ini jadwalnya saya takut apa ya?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

5 comments

  1. Kalau saya ditakuti soal hantu,maka saya jadi penasaran, tetapi kalau menghadapi tantangan hidup selalu yang muncul adalah rasa takut dulu atau menghadapi situasi sulit, tetapi kemudian yang selalu saya afirmasikan dalam diri adalah: Apabila Tuhan selalu bersamaku, apa yang harus aku takutkan! Dengan demikian paling tidak akan muncul kekuatan untuk melewati semua rasa takut itu

  2. Kalau saya memang beneran pernah mengalami ketakutan kalau ke mall berdiri di eskaltor atau tempat yang tinggi kemudian di sebelah saya ada orang. Peristiwa ini terjadi gara-gara menonton Film “Kiss before Dying”, nah adegannya kan di dorong dari ketinggian di mall. Serem deh….tapi lama-lama perasaan itu hilang juga.

  3. wah, putrinya kak Jo berani banget. itu berarti kak Jo nggak suka terlalu ngekang anaknya ya, hebat https://blograkyat.com/wp-content/plugins/wp-monalisa/icons/wpml_good.gif