Selamat Jalan Muhammad Leiden

KETIKER Makassar itu, deritanya teramat dinamis. Di permula February, till the March. Teori memang telah bersabda lembut; manusia dalam regangan empat siklus: Lahir-Hidup-Menikah-Mati.

Kadang pilihan hanya dua: Lahir-Mati, tanpa menikah dan sedetik untuk hidup. Ini bukan tanda, ini natural law. Bahwa, jangan pernah berjiwa jika tak hendak tak bernyawa alias mati. Si Haji Jojon, pun telah berlalu, lalu Prya Ramadhani (ayah Nia Ramadhani), Mawardi (ayah Nikita Mirzani) dan diikuti pamanku. Mereka-mereka telah menjeda diri dari bumi real Sang Empunya Dunia. Dan mereka, tinggallah menunggu kita, di sana itu.

midlangley.deviantart.com
midlangley.deviantart.com

Mereka sederajat dalam panggilan Tuhan. Ini undangan yang wajib dipenuhi, oleh sekaum hamba. Dan, simpul-simpul panggilan Tuhan biasa hanya bertalian dengan: 1. Tuhan memanggil untuk sebuah kematian. 2. Tuhan memanggil untuk sebuah raungan azan. 3. Tuhan memanggil untuk capaian ke negeri Makkah.

Baca juga :  [MBLR] Cinta Bayu

Dalam lekukan kehidupan, ini format resmi. Budaya besar atas nama Tuhan Memanggil. Lha, ini teramat tak luas atas nama Panggilan Tuhan. God Calling. Kelewat majal paham manusia yang satu ini. Yang kebenaran seorang esais di Media Sosial, sekaliber KetikKetik. Kenapa ia katakan kategori ‘kaliber?’. Sebab awak kabin -sebenarnya- telah jauh mengejewantah makna Tuhan Memanggil.

Berbenah dan berakit-rakit perkara kebaikan, improvement, bersulam ide, memintal kreatifitas. Bukankah itu jalan Panggilan Tuhan, yang baru saja kita sadari bahwa teramat banyak undangan Tuhan -yang kita semayamkan- dan bisa terjaga atau selamanya dikremasi. Ini juga sangat bertolak pada energi psikis, dan takkan ada cerminan energi itu bagi orang-orang yang bermukim pada zona kekotoran hati.

Baca juga :  Penipuan Gaya Baru “Telkomsel Palsu” Pakai Website Gratisan

Ketiker Sulawesi Selatan itu, tak menolah takdir, pun tak mengharamkan dirinya untuk menangisi atas apa yang telah pergi, wafat, mati dan tak kembali, atas seseorang, untuk selamanya. Yang tak diizinkan pergi darinya yakni: Memenuhi Panggilan Tuhan dalam rupa menulis, tersenyum, tertawa dan bersuka dalam kadar yang wajar.

Sebab, katanya. Duka itu manusiawi, suka ini humanis. Yang keduanya; bila dilakukan di ambang batas, malah akan jadi racun bak pestisida yang melumpuhkan sendi-sendi dinamika kehidupan itu sendiri.

Selamat jalan Pamanku: Muhammad Leiden

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

3 comments

  1. Bro Armand, turut berduka cita atas kepergian pamannya, semoga perjalanan menjadi indah menuju kepada sisi-Nya…