YKS “Yang Korupsi Sita” : Kunci Pemberantasan Korupsi Di Indonesia

korupsi

            Praktek korupsi di negeri ini sepertinya sudah menjadi suatu budaya yang tidak bisa dihentikan. Sedari dulu hingga sekarang, praktek haram ini rasanya semakin gencar terjadi dan menjamur. Tak ada sama sekali rasa jeranya dan takut akan hukuman. Disinyalir, ini dikarenakan hukuman yang terlalu ringan yang dijatuhkan kepada si pencuri uang rakyat itu. Kita lihat saja faktanya di lapangan. Seorang pencuri uang rakyat yang nominalnya ber-triliyun-an rupiah itu kebanyakan hanya mendapatkan sanksi hukuman yang ringan. Biasanya, mereka disuruh untuk membayar denda yang nominalnya tidak sebanding dengan apa yang sudah mereka curi. Diperparah lagi dengan fasilitas di penjara yang terbilang mewah yang membuat nyaman si koruptor itu. Bandingkan dengan kasus pencurian sandal jepit di Palu, orang yang mencurinya dituntut 5 tahun penjara, seorang nenek renta yang dituduh mencuri buah kakao di Banyumas yang harus bolak-balik ke pengadilan, serta seorang pencuri ayam yang babak belur dihakimi massa dan dikenakan hukuman 7 tahun penjara dan lain sebagainya. Sebegitu bobrokkah hukum di negeri ini ? Apakah seperti ini cerminan hukum di negeri kita? Apakah ini yang dinamakan sebuah keadilan? Dimanakah letak keadilannya?

            Sangat ironis memang. Peradilan hukum di negeri ini benar-benar tidak bisa diandalkan lagi. Nampaknya, sangat mahal sekali harga dari sebuah kejujuran itu. Bukan tidak mungkin, ketika seorang koruptor dijatuhkan hukuman di pengadilan dan mendapatkan hukuman yang terbilang ringan itu disebabkan karena mereka telah memberikan uang pelicin dan sumpel mulut kepada hakim yang akan memutuskan hukuman status mereka. Sudah banyak bukti di lapangan. Uang sangat bisa membutakan mata dan hati. Lantas, dimanakah pertanggungjawabannya seorang hakim jika sudah seperti ini? Memang, dari dulu pemberian hukuman mati kepada seorang koruptor yang dikira efektif dalam pemberantasan korupsi hanyalah sebuah wacana. Hak Asasi Manusia (HAM) lah yang dituding sebagai senjata ampuh bagi para koruptor. Seolah-olah, ketika hakim menjatuhkan hukuman mati kepada seorang koruptor, itu dianggap telah melanggar HAM. Lalu, ketika si koruptor mencuri uang yang tidak terhitung nominalnya itu bukankah sebuah pelanggaran HAM juga? Bahkan ini dampaknya sangat luarbiasa sekali. Menyebabkan Negara menjadi merugi dan menyengsarakan masyarakat di seluruh negeri ini. Padahal, sudah sangat jelas sekali koruptor itu memang seperti tumor ganas yang harus dibunuh, lalu kenapa masih saja keukeuh menyatakan bahwa hukuman mati bukan solusi yang baik untuk memberantas korupsi? Inilah yang namanya pemanfaatan HAM yang salah. Tidak bisakah kita mencontoh Negara China yang sangat begitu tegas dalam memberantas si pencuri uang rakyat itu? Masyarakat disana sudah menyadari bahwa seorang koruptor memang benalu yang harus disingkirkan karena sangat banyak sekali membawa kesengsaraan. Sehingga penerapan hukuman mati ini bisa membuat efek jera kepada siapa saja yang ingin melakukan praktek haram ini.

Baca juga :  Tergoda Bule “Palsu” Seorang Ibu Tertipu Seratus Juta Lebih

Sama halnya dengan seorang teroris, yang membuat resah dan merusak kesatuan NKRI ini dikenakan hukuman mati. Seorang koruptor pun seharusnya seperi itu. Karena mereka juga telah banyak menyengsarakan rakyat. Hak-hak yang merupakan bagian rakyat telah direnggut dengan rakusnya oleh mereka. Jika memberikan hukuman mati dianggap belum efektif untuk memberantas korupsi. Hukuman seumur hidup yang sudah diterapkan di negeri ini pun dirasa masih kurang efektif. Mengapa? Karena harta kekayaan si koruptor masih bisa dinikmati oleh keluarganya. Lalu langkah seperti apakah yang harus diambil demi terciptanya bangsa yang bersih dari praktek haram korupsi ini?

            Berangkat dari permasalahan diatas, saya sangat mendukung jika pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat aturan “Memiskinkan Para Koruptor”. Dalam artian, seluruh harta kekayaan si koruptor dan keluarganya disita Negara dan si koruptornya sendiri diasingkan di suatu tempat yang jarang dikunjungi orang (seperti tempat rehabilitasi:red). Cara ini saya rasa sangat efektif dalam membuat efek jera seseorang melakukan tindakan korupsi dibalik polemik pemberlakuan hukuman mati. Dengan berbagai pertimbangan dan dukungan tiga UU yakni : UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Tindak Pidana Pencucian Uang, dan UU Pajak (KUP) sudahlah cukup untuk memiskinkan para koruptor.

Baca juga :  1xbet az 1xbet Azerbaycan,1xbet az merc saytı, en yaxsi bukmeke

            Ketika pihak KPK telah resmi memberlakukan aturan “Memiskinkan Para Koruptor”, kita harus mendukungnya. Karena generasi muda mempunyai peranan yang penting dalam mengusut tuntas permasalahan korupsi yang sudah memuakkan ini. Seperti judul yang saya angkat di esai kali ini YKS “Yang Koruptor Sita” merupakan dukungan saya terhadap kebijakan KPK yang akan memberlakukan aturan itu. Saya berasusmsi, ketika pihak KPK sedang mengusut tuntas suatu tindakan korupsi, maka kita harus selalu memantaunya. Kita harus membuat suatu lembaga yang berfungsi sebagai pengontrol kinerja KPK disamping lembaga dari pemerintah. Mengapa demikian? Karena ketika nantinya ada kebijakan yang janggal, kita bisa bertindak. Kita bisa bertindak dalam membantu pemberantasan korupsi. Kita bisa memiliki jargon YKS “Yang Koruptor Sita”sebagai kekuatan kita memberantas korupsi. Sehingga, diharapkan metode seperti ini bisa memberikan kontribusi dalam menyelesaikan permasalahan korupsi di negeri ini. Negara yang bersih dari praktek haram koruptor akan menjadikan masyarakatnya sejahtera. Inilah impian semua pihak.

            Kesimpulan saya dalam esai ini adalah pemberlakuan aturan “Memiskinkan Para Koruptor” harus segera diterapkan demi terciptanya negeri yang bersih dari praktek KKN. Serta generasi muda mempunyai peranan dalam hal pemberantasan korupsi juga. Sehingga kita wajib mengambil bagian. Tindakan nyata yang bisa kita lakukan adalah membuat suatu lembaga pengontrolan kinerja KPK selain lembaga dari pemerintah. Jargon YKS “Yang Korupsi Sita” bisa dijadikan acuan untuk mendukung kebijakan dari KPK dalam pemberantasan tindakan korupsi. Maka, impian menjadikan Negara ini bersih dari setiap praktek KKN ini akan segera terwujud. Kredibilitas dan kinerja KPK akan sangat diapresiasi oleh masyarakat. Hingga akhirnya akan terbentuklah kehidupan masyarakat yang harmoni dan madani.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

2 comments

    1. terima kasih telah berkunjung untuk sekadar membaca dan memberikan komentar di artikel saya 😀