Apresiasi Yang Sepi

appreciation
foto: www.skiptomylou.org

Barusan saya mampir ke rumah yang satu, rumah yang lama. Sebenarnya saya masih ingin regular dolan ke rumah tersebut, tetapi saya tak tahu apa yang harus saya lakukan. Ini bukan sulap – bukan sihir, saya memang sering mengalami ‘writer’s block’ mendadak. Nggak tahu harus menulis apa? Dan sering pula mengalami ‘writer’s creativity’ yang membludaks. Apa saja bisa saya tuliskan dari setitik debu hingga pesawat ruang angkasa. Hal – hal ini biasanya terkait dengan perasaan senang atau tidak senang. Jadi kalau saya bisa menulis, artinya perasaan hati sedang mengalir lancar dan gembira. Kalau tidak bisa? Nah, jawab sendiri deh!

Barusan saya juga mendapat pengumuman dari nulisbuku.com bahwa saya memenangkan posisi ke-3 juara menulis perorangan – project love never fails (fiksi), dalam rangka valentine 2014. Masih ada satu lomba lagi yang saya ikuti dan banyak media yang saya coba kirimi naskah. Hadiah dari nulisbuku adalah hadiah hiburan, tetapi saya senang dan bangga bahwa ada apresiasi dari nulisbuku terhadap saya. Padahal saya menulis dengan terburu – buru dan hanya ingin mencoba menantang diri sendiri seperti biasa. Sampai dimana sih kemampuan saya menulis?? Apresiasi adalah ‘vitamin’nya para seniman. Maka ketika dilecehkan telak dan di depan mata bagi seniman/penulis/pelukis/penyanyi/penari, dll bisa jadi terhitung kejahatan terselubung. Karena berpotensi mematikan kreativitas seseorang (baca : maaf, tolong dan terima kasih; penulis sok aksi).

Satu hal yang saya sadari, saya tidak bisa dipaksa untuk menulis. Saya juga tidak bisa dipaksa untuk berhenti menulis, tergantung situasi dan mood. Ketika mampir di rumah yang lama tadi, saya merasa asing dan kian asing. Tulisan – tulisan terlalu banyak mendominasi sesuatu hal yang sedang tren saja, berita yang sifatnya bombastis. Tidak ada keseimbangan pada hal – hal lainnya. Menjadi bumerang bagi saya sendiri untuk menulis tapi lalu kehilangan arah, apa yang harus saya tuliskan? Saya sulit untuk latah dan ikut menuliskan hal yang sudah ditulis oleh banyak orang lainnya (baca : follower not me). Bukannya sok keren, tetapi logika wajar. Jika semua orang pakai baju merah, lalu kita juga ikutan berbaju merah, bagaimana akan terlihat berbeda dan menarik? Seseorang dengan baju kuning atau hijau akan membuat perbedaan dan justru memeriahkan keragaman yang dibutuhkan. Kebetulan pula saya suka warna kuning, misalnya?

Baca juga :  Ahok : 7 Prinsip Yang Harus Dipegang oleh Pejabat Publik

Tulisan yang kian minim apresiasi, akhirnya akan mogok sendiri. Memang menulis seharusnya tidak tergantung orang lain. Bagi saya pribadi bukan masalah tergantung, tetapi apresiasi sedikit banyak membangun semangat dan rasa percaya diri. Ketika kemudian apresiasi itu menipis, dan nyaris hilang, secara tidak langsung kreativitas mulai terhambat. Yang dilakukan Bung Katedra, sangatlah luar biasa dan apresiatif terhadap sesama penulis lain. Dalam keadaan beliau menulis, tetap saja mampu menyempatkan diri mampir dan berkomentar ke semua tulisan rekan – rekannya yang lain. Menurut saya ini membangun semangat kebersamaan dan sikap positif diantara sesama penulis. Kompetisi atau persaingan dalam menulis tentu harus ada, tetapi bukan berarti saling menjatuhkan. Lagipula menulis itu sedikit banyak ada unsur ‘seni/art’nya. Saya yakin sekali masing – masing penulis akan memiliki ciri yang sulit ditandingi oleh orang lainnya. Yang penting percaya diri dan terus diasah.

Baca juga :  Nyuruh Sabar Kok Marah

Tadinya tulisan ini akan saya beri judul rumah yang sepi, tetapi akhirnya saya ganti apresiasi yang sepi. Karena rumah persinggahan bisa jadi rumah bagi siapa saja. Bisa jadi bagi orang lain masih terasa homey atau nyaman. Sementara bagi saya sendiri terasa sedikit sepi, dingin dan menggigil. Penulis bukanlah kuda pacuan yang harus dilecut dan dikompetisikan satu sama lain. Penulis berkompetisi lebih baik dari segi konten-nya. Apa gagasan yang diusung, apa prakarsa yang ditebar dan apa pula semangat yang ditumbuhkan. Jika menulis ‘dipaksakan’ mungkin tetap bisa melahirkan suatu hasil kreasi, tetapi kreativitas seninya jadi cacad. Lebih terfokus pada motivasi diluar menulis itu sendiri. Masuk kepada gagasan jual – beli. Ada yang mau beli dan penulis harus jualan sesuai dengan permintaan pasar. Sekali lagi ongkos mula penulis itu sesungguhnya murah, hanya apresiasi. Dengan apresiasi yang baik, semoga menulis menjadi suatu semangat yang menggelegak dan melahirkan inspirasi. Nah, jika kemudian hasilnya indah dan layak jual, why not?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

6 comments

  1. Siip.
    Jangan sampai idealisme terdistorsi arus mainstream dari eforia yang sifatnya sesaat saja.
    Keep writing, thanks sharenya mbak Winda.

    1. hi mas picalll..welkooom hehehe…makasi komennya yaaa… hmm yaa, memang susah kalau idealisme sudah versus komersialisme…https://blograkyat.com/wp-content/plugins/wp-monalisa/icons/wpml_wacko.gif

  2. “Bukannya sok keren, tapi logika yang wajar”… saya suka pernyataan itu Mbak,, saya belum jadi penulis yang baik, tapi saya rasa, pernyataan Mbak Winda diatas, masuk ke banyak hal kehidupan kita… 🙂

    Meskipun saya lebih banyak membaca daripada menulis, tapi saya juga lebih menikmati bentuk tulisan yang diapresiasi sebagaimana mestinya, daripada saling menjatuhkan dan saling menyindir… berasa hambar…https://blograkyat.com/wp-content/plugins/wp-monalisa/icons/wpml_scratch.gif

    Thanks for sharing Mbak… https://blograkyat.com/wp-content/plugins/wp-monalisa/icons/wpml_heart.gif

    1. sama – sama gita,…. hey katanya Indonesia ingin maju?? menyaingin negara lain??..lha kok jadi penulis digratisin aja masih saling gontok2xan sihh waduhh hehe –https://blograkyat.com/wp-content/plugins/wp-monalisa/icons/wpml_wacko.gif

      ..truss saya dulu cuma membaca saja Gitta ngga bisa nulis blass (beneran!), baru akhir2x ini koq nulisnya…jadi keep reading, no problemo..https://blograkyat.com/wp-content/plugins/wp-monalisa/icons/wpml_good.gif

      1. Waah.. gitu ya Mbak,, podho… saya juga… makasih ya Mbak.. jadi semangat lagi belajar, tak kirain cuma saya sendiri yang ngalamin kaya gini… 🙂

        https://blograkyat.com/wp-content/plugins/wp-monalisa/icons/wpml_heart.gif (ndak ada emoticon berpelukan ya disini.. ;))

        1. ayooo tulissss disini Gitt, ..biarkan kita saling kritik membangun..jangan mengnahi..eh mengihina — hihi…#peyuuuk#