Keinginan Tak Sebatas Kata

nato
foto : mobavatar

Seringkali keinginan terhenti sebatas kata. Memang ingin sekali untuk meraih suatu cita tapi untuk melaksanakannya ada seribu satu halangan. Ini terkait dengan keinginan saya untuk menulis. Saya menulis sekedar ‘curcol’ pun teman – teman mengatakan bahwa saya termasuk cukup aktif menulis dan menelurkan banyak tulisan. Saya kadang bingung, lha tulisan cuma begini saja..? Cita – cita saya besar. Pengen nulis politik tapi yang damai. Pengen nulis cerita romantis tapi yang nggak biasa. Pengen nulis biografi ibu tapi yang luar biasa. Pengen menelurkan novel tapi nggak mau yang pasaran. Akhirnya terjerembab sendiri, … tidak beralih kemana – mana. Ha-ha!

Iya, keinginan jangan sebatas kata. Usahakan dimulai dengan suatu tindakan. Jangan NATO. No Action Talk Only. Ngomong mah gampang, melakukannya sulit. Perihal ini menjerat hampir semua orang. Maka dikatakan bahwa orang yang rajin dan disiplin adalah orang yang fokus pada tujuannya. Nggak banyak orang seperti ini. Seperti tidak banyak pemenang dalam berbagai pertandingan. Masalahnya semua orang ingin jadi pemenang tapi tidak tahu caranya. Ingin jadi pemenang tapi mental tempe dan tahu. Ingin jadi pemenang tapi mager alias males gerak. Nggak usah nuduh orang lain, saya menunjuk pada diri saya sendiri.

Tulisan saya banyak. Banyak novel yang berhenti ditengah. Banyak gagasan yang berhenti di sepenggal kalimat. Banyak hal lain yang tercecer disana sini. Fokus itu memang bukan suatu hal yang gampang. Mungkin penyakit masing – masing orang berbeda. Untuk diri sendiri, saya mengamati bahwa penyakit saya nggak bisa kalau nggak urut. Maksudnya apa? Maksudnya segala sesuatu di kehidupan sedapat mungkin berjalan sesuai dengan urutan. Dan bagi saya jika dibolak – balik membingungkan. Saya tidak dapat fokus pada sesuatu yang tidak berurutan. Ini memang penyakit saya sendiri. Mungkin orang lain memiliki batasan yang berbeda.

Baca juga :  Индикатор ЗигЗаг ZigZag без перерисовки и запаздываний

Berurutan itu bagaimana sih? Urut itu nomer satu kemudian dua. Halah! Ini bukan membicarakan masalah pencapresan lho,… Ini masalah kesesuaian hasrat, semangat dan pencapaian. Lalu gimana sih urutannya? Urutannya itu sekolah, kuliah, kerja, menikah, punya anak, punya pekerjaan, punya karir, punya kebanggaan, banyak bepergian, punya tabungan hari tua. Waduh! Idealis sekali,… Apa daya memang saya terbiasa mengurutkan. Bagi saya akan membingungkan punya anak tapi nggak punya suami karena belum menikah. Lha, bener kan? Atau punya tabungan tapi tidak pernah kemana – mana karena tidak mau tabungannya habis digunakan. Ingin segalanya sempurna dan berurutan. Lalu ketika tak bisa, merasa stress dan ada ganjalan. Ujung – ujungnya nggak bisa menulis, nggak mood… jengkel, darting, jantung. Waduh!

Hal – hal yang tidak teratur membuat saya pusing dan stress. Saya berusaha melawan hasrat untuk serba teratur ini dengan mendobrak norma – norma kebiasaan yang saya lakukan. Memang tidak mudah, tetapi segala sesuatu harus dipelajari. Itu prinsip saya. Mencoba berdamai dengan sesuatu yang tidak berurutan. Seperti pergi menjelajah alam, berkotor-kotor ria. Pokoknya melatih diri agar tidak kaget dengan surprise atau kejutan di kehidupan. Kalau menunggu segala sesuatu serba teratur apakah mungkin? Orang yang paling teratur-pun pasti pernah berantakan. Saya nggak tahu mengapa jadi maniak dengan keteraturan. Apakah karena sejak kecil selalu didikte dan diatur oleh ibu, segalanya? Apakah karena meniru tokoh novel kesukaan saya ketika remaja : Hercule Poirot? Entah ya….

Baca juga :  Si Kate dan HP Kesayangannya (Omong Kosong Berbagi)

Pernah saya pergi menjelajah alam ke suatu pulau. Ketika berjalan diatas perahu, saya mengeluarkan cemilan roti kering dari wadah tupperware. Lengkap dengan tutupnya (lid). Lalu saya berikan pada teman seperjalanan. Yang lain berkomentar, “Lho,… kamu mau jelajah alam kok sempet – sempetnya mindahin roti kering dari bungkus ke tupperware?” Saya jadi tertawa sendiri. Karena yang lain langsung membawa roti masih dalam bungkus, dirobek dan ditutup asal – asalan. Manager saya waktu itu menambahi, “Coba kalian ke kantor kami. Meja kerja dia paling rapi, semuanya berjajar urut…” Saya lalu nyengir. Bagi saya kini kerapian dan keteraturan jadi sedikit menakutkan dan menjebak. Menunggu segalanya serba sempurna, tidak akan pernah terjadi. Maka saya usahakan melawan ‘mood’ dan mencoba lebih spontan. Kalau ingin menulis, ya langsung saja saya tuliskan tidak usah menunggu ide novel semacam ‘Perahu Kertas’ atau ‘Siti Nurbaja’.. Lebih spontan,… Ya, jadilah tulisan ini.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

4 comments

  1. Mirip saya banget, diawal memang berurutan tapi karena mood jadi berantakan hehe…saya bukan penulis tapi pengen menulis jadilah tulisan asal. Tapi tetap mensyukuri karena paling tidak telah melakukan sesuatu dari pada membuang waktu.

    1. betuuul bangeeet langkah yg paling kecil pun artinya sudah mulai melangkah, paling susah itu penyakit M dan M, moody dan malas.. trimakasih mampirnya Ni Kadek Suryani..

  2. Ya kalau kelamaan dalam bentuk kata atau menunggu segalanya sempurna baru menjadi cita akan basi rasanya, nah itu sulitnya mengeluarkan diri dari kungkungan sebatas kata