(MBLR) Kepada Pemilik Senyum Seteduh Embun

Novie Octora

No: 27

Kau tahu, Sayang

Aku tak pernah bosan untuk mengeja namamu, di antara derap-derap langkah waktu yang sombong. Yang hanya mau  bersua kepada jiwa-jiwa yang memiliki nalar dan logika yang masih normal.

Aku pun tak pernah bosan untuk berlomba berlari menantang lajunya waktu tanpa perlu menoleh sedikitpun, walau kadang sesekali mereka mencibir sepi yang membekukan langkahku.

Kau tahu, Sayang.

Jika sebenarnya hening malam mempunyai indera pendengaran yang lebih baik darimu, karena mereka selalu bisa mendengar bisik-bisik kerinduan saat bibirku membuka katupnya, lirih memanggil namamu. Merapal banyak matra kepada Tuhanku, hingga mungkin Dia tak punya pilihan lain selain menyatukan kita.

Begitupun dengan liarnya siang hari, mereka sebenarnya sama seperti kita yang terlahir sebagai manusia. Siang yang terlahir dari benih kesunyian malam memiliki mulut lengkap dengan indera pengecapnya. Karena beringasnya siang selalu saja berhasil menggambarkan apapun yang kurasakan, apapun rasa yang kukecap. Ketika gundah gulana merayap meninggi bersamaan dengan terkuaknya tirai cakrawala, demi menghadirkan teduhnya remang senja dan kemudian keteduhan itu memasung urat-urat hasratku, saat senyummu yang seteduh embun itu tergambar kontras di kanvas semesta.

Baca juga :  Kenapa Takut dengan Nasihat?

Demimu, Sayang.

Bukan hanya sekali atau dua kali tapi berkali-kali, aku mengkaribkan diri dengan rasa kantuk dan menghadang lelap.

Semua disebabkan rasa gemasku bercampur cemas memikirkanmu nun jauh disana, yang polah lakumu menyerupai burung Cendrawasih. Yang begitu lincah menari di sana dan di sini tanpa peduli rapuhnya aku, jika suatu hal buruk bertandang padamu. Bahkan tak jarang, hingga nuansa jingga fajar datang bersua, aku masih saja termangu di kursi goyangku, terkantuk-kantuk karena enggan mengemasi penatku.

Kau harus tahu, Sayang.

Memeteraikan namamu di antara jajaran nama terpenting di hidupku bukanlah suatu yang mudah. Akan tetapi hal itupun bukan suatu hal sulit untuk kulakukan.

Andai saja aku bisa berbagi cerita tentang mengapa padi sudah menguning padahal masa tanam baru saja di semai, tentang mengapa masih begitu banyak kumbang bebal yang melacurkan diri pada duri onak mawar, padahal itu menyebabkan mereka terluka dalam bahkan mati. Atau tentang kisah seorang Khalil dengan Salma-nya yang tak berjodoh.

Baca juga :  Waspada

Tapi ternyata kisah-kisah itu hanya bisa terucap ketika kita bersama, ketika wajah kita berada sejajar berhadap-hadapan dengan jemari saling terpaut.

Ah , Sayang.

Mengapa hanya senyum tersungging yang kau racik untukku, apakah dari sekian kata yang kutoreh ini tak ada satupun yang bisa menggerakan hasratmu untuk melahap sang waktu, dengan menggenapkan kisah ini dan memilikiku tanpa perantara.

Sesungguhnya ada lafaz yang harus kau dengar tentang sebuah impian “Dan mimpiku bukan puing, aku berdiri membangung mimpi di atas mimpi..tentunya bersama kamu di sisi derap langkahku..”

Duhai pemilik senyum seteduh embun,

Tak perlu terburu-buru membalas apapun yang kuutarakan di atas, asalkan kau tahu perihal mimpi yang ku idamkan, sudahlah cukup bagiku.

Harapku, jangan biarkan sudut-sudut waktu yang kubangun dengan kesabaran menunggumu, larut dalam lamunan tanpa tepi, dan tergelincir pada dasar palung terdalam seiring rembulan yang beranjak dari peraduannya.

 

***

*Catatan yang di toreh ketika embun pagi ini, terlambat menyapaku

 

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

12 comments

    1. Maaf hanyalah signal tubuh akan penerimaan suatu sikap seseorang

      Terima kasih NK, selalu sudi berkunjung di sini

      Salam,
      NO

    1. Selamat pagi Mbk Kim,

      Hehehe..rasanya bagaimana gitu kalau Mbk Kim mengatakan “Keren” pada tulisan Aya.

      Makasih ya:)

      Peluk sayang,

  1. Nihhh…. Aya banget nihh…

    Aku tak pernah bosan untuk mengeja namamu, di antara derap-derap langkah waktu yang sombong.

    aarrrggghhhh…https://blograkyat.com/wp-content/plugins/wp-monalisa/icons/wpml_good.gif

    1. Aya bangeetttzzzzzzz…*copas Mas Hans:)

      Terima kasih untuk Arrgghhh nya..hehee