Puisi: Ekonomi

ekonomi
ilmuanmalaysia.com

Ekonomi

Ada masa, mempertahankan kelangsungan hidupnya, orang-orang berburu dan bertani, tidak untuk sendiri, melainkan untuk komunitasnya. Orang sehat bekerja, anak-anak dan lanjut usia, tetap mendapat bagiannya.

Saat kebutuhan tak tersedia, sedang ada komunitas lain yang punya, pertukaranpun berlangsung, lega rasa bagi semua. Selanjutnya pertukaran menggunakan sarana. Salarium, emas, perak, kertas. Lalu berwujud angka-angka. Bukan lagi kebutuhan, ada penimbunan. Semua berlomba lampiaskan hasrat keserakahan agar dapat lebih kaya dari lainnya.

Orang menguasai orang, bangsa menguasai bangsa, negara menguasai negara lain. Menghisap kekayaan, terjadi kesenjangan, berlangsung penindasan. Ini jahat. Pembebasan. Kemerdekaan. Berubah wujud, bermain-main dalam angka-angka. Produksi. Distribusi. Konsumsi. Berada dalam genggaman, maka jadilah penguasa dunia.

Berapa angka engkau punya, begitulah engkau dapat menikmati pertukaran, walau tak mencukupi kebutuhan. Kerja. Kerja. Kerja. Pada wilayah mana ada kemerdekaan sebagai manusia tatkala kerja dihitung angka-angka, sedang penentu bukanlah dirimu.

Baca juga :  Pedang Cinta

Kerja. Kerja. Kerja. Sawah dan kebun, panenannya tertukar angka. Lumbung berganti buku catatan angka. Semakin tak berdaya, saat kebutuhan bercampur dengan keinginan yang dicipta dan merasa sebagai kebutuhan pula, kendati sebenarnya itu bualan belaka, tapi telah mencengkram bermilyar kepala, termasuk kita.

Kerja. Kerja. Kerja. Belah kayu, pecah batu, hasil tak cukup untuk seminggu. Minggu lain tercatat angka minus, terbayar entah kapan. Terjerat, mengikat kuat. Keluarga-pun dipertaruhkan dalam pertarungan mempertahankan kehidupan. Suami-istri, dan anak-anak, bergerak mencari angka-angka.

Kerja. Kerja. Kerja. Kalngsungan hidup bukan soal makan dan pelepas dahaga, bukan soal sandang dan papan. Tapi juga perlu gaya. Makanan bergaya, minuman bergaya, sandang apalagi, papan berganti rupa dinding-dinding kokoh, bila engkau mau dianggap punya harga.

Baca juga :  Jangan Biarkan Hidup Kita Jadi Beban

Kerja. Kerja. Kerja. Pada ruang sempit, saat ini bisa mendunia. Bermain mengejar angka-angka, tanpa perlu bertatap muka. Hanya catatan-catatan transaksi berhamburan, kode-kode pengaman, agar angka tak dipermainkan.

Ah, bila saja orang merasa cukup dengan apa yang dapat dinikmati, apakah perkembangan peradaban akan berhenti, lantaran orang-orang mengkonsumsi, sesuai dengan kebutuhan yang dihadapi, dengan mematikan berbagai obsesi, tidak peduli iklan penarik hati, menghadirkan cepat segala mimpi, terpenting kesejukan dan kesadaran diri?

jadi tak perlu bernyanyi-nyanyi:
Yang kaya makin kaya

Yang Miskin Makin Miskin

Yogyakarta, 5 Agustus 2013

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

6 comments

  1. ‘Ah, bila saja orang merasa cukup dengan apa yang dapat dinikmati…’
    tentu Malioboro tak akan macet dan padet seperti sekarang ya pak Odi…https://blograkyat.com/wp-content/plugins/wp-monalisa/icons/wpml_yes.gif