Reuni Air Mata dan Tawa

friendsreunion
foto: www.philly.com

Reuni itu seharusnya menyenangkan dan membahas kegembiraan. Bukannya sengaja berniat mellow, namun demikianlah adanya hidup membawa kita berlayar dari satu pulau ke pulau yang lain. Dulu di pulau nan subur dan rimbun, sekarang terdampar di pulau nan gersang dan kerontang. Kemarin saya reuni dengan salah satu bekas teman sekerja, satu orang menyenangkan dari tiga orang yang berkeliaran di kantor dulu. Pertemuannya tidak direncanakan. Kebetulan saya sedang bepergian dan ia menuju ke arah yang sama. Dari perjanjian itu kami bertemulah. Tulisan ini terkait dengan tulisan saya sebelumnya tentang persahabatan bagai kempompong.  Seperti biasa, saya terakhir bertemu dengan teman ini pun sudah setahun liwat. Selama tahun 2013, kami tidak pernah bersua!

Momen perjumpaan sangat mengharukan, setahun itu bagaikan sekedip mata ketika kita semua berlayar dalam gelombang kehidupan kita. Kadang – kadang berselancar, kadang melawan badai dan kadang mengantuk di air tenang. Tak dipungkiri ketika dunia kedewasaan melingkupi, kita sangat tak sadar oleh waktu, karena masing – masing bergelut sendiri dengan segala situasi. Jadilah kita nongkrong di sebuah tempat makan. Saking banyaknya yang ingin diceritakan, sampai bingung mulai darimana? Satu hari saja berlalu dan tidak berjumpa kadang sudah ada beberapa kisah yang terlewatkan. Jika lebih dari setahun, bagaimana berbagi pengalamannya? Ini seperti menonton video seri terpaksa di-forward meloncat – loncat. Langsung masuk pada adegan klimaks dan anti-klimaks.

Baca juga :  Menjelang Ajal Laki-Laki Beristri Empat

Saking serunya nyaris berebut berbicara. Dia bercerita, saya memotong, menimpali — dia tersenyum bergumam, ‘nanti duluuuu!..’ Bwahaha – seruuu banget! Ceritanya sendiri sebenarnya adalah bagian dari keseluruhan konspirasi alasan saya; tidak sanggup berdiam di satu pulau dan memutuskan untuk berlayar menuju ke pulau yang lain. Bagaimana kita akan berdiam disuatu tempat yang mata airnya kian menipis? Satu-satunya sumber air yang ada keruh pula dan pepohonan meranggas? Lalu manusia kembali ke jaman batu, menggunakan pentungan dan saling melempar batu? Wah,…. Tetapi teman saya bertahan, dan saya berusaha memahami suatu alasan, karena kapalnya belum siap dan mungkin juga nyali saya yang terlalu bergolak dibanding dirinya. Darah bugis dari ayah, shio kerbau dan naungan rasi bintang taurus menjadi alasan – alasan saya berlaku sedikit keras dan radikal. Kalau sudah menyatakan no way hose! Udah, ngga usah merengek,…ganti haluan saja.

Reuni itu sesungguhnya menyenangkan. Tetapi mendengar kisah teman saya dan beberapa teman lain dari masa lalu yang diperlakukan seperti pesakitan, hati saya sangat sedih. Saya juga terbawa bingung, ingin menolong tapi tak tahu caranya. Teman saya tidak dalam keadaan terpuruk secara finansial, masih banyak benefit yang diperolehnya. Namun perlakuan semena – mena dari pihak lain, seolah seperti ujian mental yang tak ada habisnya. Semua perasaannya digodog dan dikocok, apakah ia akan mampu bertahan hingga titik akhir disitu? Kapan? Bagaimana wujud titik akhir itu? Padahal ia termasuk orang yang baik, manusiawi dan sangat sabar dibanding yang lain. Reuni itu indah, berlokasi di restaurant mewah dengan tata ruang eksklusif dan pemandangan menakjubkan aneka pertokoan. Orang – orang dengan gaya selebriti lalu – lalang. Tetapi semua seolah sekedar fatamorgana, karena kami berdua tahu kehidupan tidaklah seindah itu. Kebanyakan hanya bayangan semu. Reuni itu adalah reuni air mata dan juga tawa. Tidak ada orang yang sungguh – sungguh bahagia dan tidak ada orang yang terus – menerus dirundung duka. Semua akan berputar dipermainkan oleh roda kehidupan. Hedonisme dan egoisme hanyalah sampul – sampul kisah kehidupan saja. Ketika dibuka, … isinya ternyata Anda dan saya.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *