Kesempatan Yang Terselip

Hari ini tepatnya 15 Juli 2014, saya sempat merasakan kepanikan dan kekecewaan diakibatkan oleh kecerobohan diri sendiri. Saya mendapatkan email dari salah satu penerbit mayor. Yup, mayor yaaa bukan minorrrr. Dan dalam emailnya jelas menyebutkan ‘berminat menerbitkan karya Anda.’ Mungkin karena tempo hari saya diminta menulis, lalu ditipu oleh penerbit yang rada-rada minor. Diperlakukan seperti doormat alias keset pintu, saya jadi sedikit ‘mengendurkan’ harapan. Tidak terlalu melambungkan mimpi dan lebih banyak bekerja. Menulis-menulis dan menulis. Sering juga jengkel jika tak sempat menulis. Dikarenakan waktu untuk keluarga yang banyak tersita, lalu untuk kegiatan agama, lalu untuk reriungan dengan teman – teman. Belum pekerjaan rumah tangga. Waduh, kapan nulisnya? Akhirnya tengah malam buta pun jadilah!

when-you-wish-upon-a-star-front
foto: julisfab.wordpress

Jadi dengan tensi yang tinggi oleh kesibukan sehari-hari, saya justru menurunkan target untuk terbit dengan bersantai. Kaget sekali ketika tadi cek email dan ada pesan dari editor penerbit mayor tertanggal 20 Juni 2014. Yup, artinya hampir sebulan saya tidak membaca email tersebut, yang nyasar masuk ke folder spam. Dan si editor juga tidak mengirim text message atau pesan lain apapun juga. Walhasil benar-benar kaget ketika kesempatan itu terselip begitu saja. Yang terasa tentu saja penyesalan mendalam, H2C – Harap-harap cemas. Apakah tawaran tersebut masih berlaku? Kesempatan yang tertunda? Saya sudah ‘kenyang’ mengalaminya. Bolak-balik dibohongi dan di zholimi orang lain. Kadang malas juga menceritakannya. Bosan, karena sudah watak manusia rata-rata mengedepankan ego. Mungkin saya sendiri juga pernah berlaku demikian tanpa sadar. Berkaca.

Baca juga :  Azərbaycanda rəsmi say

Lalu apa yang harus saya lalukan? Ketika sebuah kesempatan bukan tertunda tapi terselip? Wah, ya terus langsung membalas email editor yang bersangkutan dan berharap kesempatan atau tawarannya masih berlaku. Sungguh tidak tahu harus berkata apa. Jika ada kesempatan yang tertunda itu tak masalah. Saya akan mencoba dan mencoba lagi. Tetapi kesempatan yang terselip, bagaimana memperbaikinya ya? Kecerobohan sendiri pula? Masakan saya harus merengek dan memaksa sang editor untuk segera mengurus naskah saya? Padahal saya yang teledor dan tidak mengira ada email penting menyasar masuk ke folder SPAM. Pelajaran berharga bagi Anda semua untuk rajin mengecek folder SPAM.

Gembira? Sangat! Siapkah jika kesempatan yang terselip jadi kesempatan yang tertunda lagi? Semoga jangan! Sudah lelah rasanya menunggu, memohon, menggedor dan mengorek aneka kesempatan sejak detik pertama saya hijrah ke ibukota. Kalau bukan saya siapa lagi? Kalau bukan sekarang kapan lagi? Mengais cita-cita dan menorehkan mimpi setinggi bintang di langit? He-he,… Dulu salah seorang rekan penulis disini yaitu Pak Katedra pernah bertanya, ‘Memangnya cita-cita Anda apa?’ Menurut saya ya sangat mudah ditebak, cita-cita saya hanya menjadi penulis yang baik dan bisa menulis apa saja. Apa saja means, apa saja…. Dari dongeng, puisi, fiksi, feature, laporan/report hingga naskah berbahasa asing. Kebetulan bulan lalu salah satu tulisan saya masuk ke Jakarta Globe. Tapi saya kurang puas, karena diedit habis-habisan oleh editornya. Ya, memang editor Jakarta Globe rata-rata bahasa Inggris-nya pasti kampiun sehingga naskahnya dipercantik menjadi layak baca bagi konsumennya. Namun artinya tulisan saya (dalam bahasa asing) masih sangat jauh dari standar mereka.. Hicks… Iya ada rasa tidak puas!

Baca juga :  Belajar Dari Lembar Sejarah

Kesempatan yang tertunda bukan satu-satunya masalah Anda dan saya. Masih ada pula, kehidupan yang tertunda. Sebagai contoh, itu adalah kehidupan yang saya jalani sebelumnya demi kepuasan orang lain. Demi kepuasan keluarga, atasan dan pandangan masyarakat bahwa saya bekerja kantoran secara memuaskan. Dalam hati saya sudah sangat lelah dan merasa kehidupan itu adalah sebuah kebohongan besar. Terutama kebohongan bagi diri saya sendiri. Because I don’t like it at all. I HATE IT! Sekarang saya menjalani sebuah kehidupan yang saya sukai. Kehidupan menulis. Sulit dimengerti dan dipercaya,…tapi saya (dan Anda para penulis lainnya) adalah pendongeng. Dan para pendongeng percaya pada wishing upon a star alias berharap pada sebuah bintang di langit. Bagaimana dengan Anda?…. Memang ini sekedar fairy-tale, kisah dongengan. Tapi lihat apa yang saya raih hari ini,…. minimal : sebuah kesempatan yang terselip! Doakan ya, semoga tawarannya tetap berlaku. Amin!

 

 

 

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

1 comment

  1. SAya kira dengan sudah bisa menemukan kesempatan yang terselip itu, sesungguhnya peluang sedang terbuka dan saya percaya justru editornya yang akan tidak melepaskan kesempatannya, semoga sukses, Ci Jo