Memberikan Kesempatan Anak untuk Melakukan Hal yang Kita Khawatirkan

kreativitas1

Sebagai orangtua pasti khawatir bila anak hendak melakukan hal yang tidak biasa atau mengandung bahaya. Tapi adakalanya kekhawatiran itu berlebihan. Akibatnya anak kehilangan kesempatan untuk hal yang ingin sekali dilakukannya.

Kreativitas dan Ingin Tahu

Anak-anak yang sedang bertumbuh kreativitas dan rasa inginnya tahu tinggi. Kadang sebagai orangtua yang tidak tanggap, sehingga justru menghambat perkembangan mereka.

Salah satu contoh: si dede keinginan belajar hal-hal yang baru besar sekali. Kalau lihat maminya atau saya sedang memasak, dia ingin mencoba membantu.

Selain itu untuk hal lain si dede juga suka ikut nimbrung. Misalnya kalau saya sedang membongkar alat elektronik.

Baca juga :  Rekomendasi Jasa Drone Lidar, Solusi Terbaik untuk Pemetaan Presisi

Kekhawatiran yang Berlebihan

Si mami melihat keinginan si dede mau ikut bantu masak begitu khawatir. Takut apa-apa dan sepertinya malah merepotkan, sehingga keinginan si dede tidak tercapai.

Sebenarnya sebagai orangtua wajar khawatir karena memasak itu dekat api. Takut terjadi apa-apa yang akan membahayakn anak.

Sebagai orangtua juga  beranggapan, buat apa-apa repot membantu, nanti kalau sudah matang tinggal makan saja.

Tapi hal ini tanpa disadari telah membunuh keinginan seorang anak untuk belajar. Termasuk belajar hal lainnya bila sebagai orangtua selalu terlalu khaawatir.

Beri Kesempatan dan Dampingi

Keinginan si dede mau belajar memasak sangat saya apresiasi. Saya beri kesempatan ia untuk mengaduk-aduk sayur sambil diajarkan caranya dan selalu berhati-hati. Ia antusias sekali untuk belajar.

Baca juga :  Pendidikan Menuju 100Tahun Indonesia Merdeka

Belakangan si dede juga sudah bisa masak mie sendiri dari proses awal sampai akhir. Saya lihat begitu bangganya ketika ia menunjukkan caranya.

“Kalau masak mienya dede pakai dari air keran dulu. Kalau mienya udah matang kan airnya dibuang. Untuk kuahnya dede baru pakai air galon.”

Saya pikir si dede pintar juga,”Emang siapa yang ngajarin?”

“Dede pikir sendiri aja, biar air galonnya hemat.” Wah, boleh juga si dede tak beda sama bapaknya.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

6 comments

  1. Tulisan yang aktual dan sekaligus bermanfaat pak Kate. salam hangat dan sukses selalu

  2. eh…ternyata sama ya naluri ibu…selalu takut ini takut itu…takut anaknya kenapa-napa…
    tapi boleh dicoba jg nih…

  3. kalau kita tidak memberikan kesempatan anak kita melakukan hal berbahaya, maka mereka nggak akan mengerti bagaimana mengukur ketakutan mereka. yup, asal dengan pendampingan 🙂

    pak kate ternyata pindah rumah kesini 🙂